Pertunjukan tari Legong Kreasi. (Indonesia.go.id)
Nama Legong berasal dari kata leg dan gong. Kata leg memiliki makna luwes atau elastis, sedangkan kata gong memiliki arti gamelan. Jika digabung, maka artinya gerakan yang diikat oleh gamelan pengiringnya. Dapat dikatakan, Tari Legong sangat mengedepankan unsur artistik, gerakan yang dinamis, teratur, dan simetris.
Pada awal kemunculannya, Tari Legong Klasik hanya dipentaskan di lingkungan istana saja. Hal ini tentunya menjadi kebanggaan bagi penari dan kelompoknya bisa tampil di hadapan raja. Menurut Jurnal Eksistensi Legong Keraton yang ditulis oleh I Wayan Mastra, Luh Putu Pancawati, dan kadek Agung Sariwigna, nama Legong Keraton baru digunakan sekitar tahun 1920-an dan mulai populer pada 1960. Nama Keraton digunakan untuk mempertegas bahwa Tari Legong dulunya hanya dipentaskan di lingkungan istana atau keraton saja. Tari Legong Keraton juga disebut dengan Tari Legong Lasem.
Masing-masing daerah memiliki bentuk dan kreasi Tari Legong Keraton yang berbeda. Sehingga muncullah gaya palegongan seperti Palegongan Desa Saba, Bedulu, Peliatan, Binoh, Kelandis, dan lainnya. Dari segi gamelan, pengiring memiliki perkembangan sesuai dengan kreasi para senimannya.
Awalnya, tari ini menggunakan gamelan pengiring yang disebut Gamelan Palegongan. Yaitu terdiri dari dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, sebuah gong, kemong, kempluk, klenang, sepasang kendang krumpungan, suling, rebab, jublag, jegog, dan gentorang. Seiring mulai populernya gamelan gong kebyar di Bali, beberapa Tari Palegongan juga diiringi oleh gamelan ini.