[OPINI] Rasa Hormat Menjadi Dasar Idealnya Hubungan

Rasa hormat seringkali hanya terucap manis di bibir saja

Saya sangat mengamini pernyataan Ichiro Kishimi & Fumitake Koga dalam buku mega best seller, Berani Tidak Disukai. Mereka secara tegas mengatakan, bahwa hubungan kita dengan manusia lain pada dasarnya adalah sumber persoalan. Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, kita memang secara alami akan selalu berhubungan dengan manusia-manusia lain. Suka tidak suka, mau tidak mau. Karena identitas sebagai “makhluk sosial” itulah, kita tidak mungkin lepas dari yang namanya drama kehidupan.

Konflik dengan orangtua, sahabat, pasangan, atasan, atau teman kerja mengintai kita setiap hari. Kadang kala konflik tersebut tidak memiliki ujung dan berakhir dengan hubungan yang tidak sehat bahkan buruk. Ada rentetan penyebab mengapa konflik itu bisa pecah, begitupun solusi untuk mengatasinya. Namun, ada satu hal yang sudah kita abaikan terlalu lama.

Satu istilah yang akrab di keseharian kita, yang ternyata adalah awal dan pondasi untuk menciptakan hubungan ideal. Ideal bukan berarti hubungan tanpa pertengkaran, tetapi dalam artian hubungan yang membawa masing-masing dari kita kepada kebaikan-kebaikan. Adalah rasa hormat yang menjadi awal terciptanya harmonisasi yang baik dalam suatu hubungan. Sayangnya, pemahaman kita akan narasi tersebut hanya terbatas kepada orang dengan tingkatan tertentu. Misalnya, kita harus menghormati orang yang lebih tua, atau orang dengan jabatan yang lebih tinggi. Ternyata rasa hormat tak hanya sebatas itu, ia memiliki nilai moralitas yang jauh lebih agung.

Masih kata Ichiro & Fumitake dalam dwikaryanya, yaitu Berani Bahagia, rasa hormat yang seharusnya dijunjung oleh masing-masing dari kita adalah “rasa hormat terhadap manusia”. Artinya, kita menghormati seseorang terlepas dari semua atribut yang ada pada dirinya, juga terlepas dari nilai-nilai yang kita anut. Pendeknya, kita menghormati semua orang tanpa terkecuali, melihat mereka sebagaimana adanya. Atau frasa yang lebih akrab adalah “memanusiakan manusia”.

Meminjam ungkapan dari Adler, sang tokoh besar dalam dunia Psikolog, Ichiro & Fumitake menguak fakta bahwa kita bisa menunjukkan rasa hormat hanya jika, dan jika kita memiliki “rasa sosial”.  Yakni melihat dengan mata orang lain, mendengar dengan telinga orang lain, serta merasa dengan hati orang lain.

Ketika dalam berbagai interaksi dengan orang lain kita sudah berprinsip “respect people as human”, akan lebih mudah bagi kita untuk tidak menghakimi atau berprasangka atas pilihan atau tindakan mereka. Dengan begitu, hubungan yang minim akan prasangka tersebut dapat menciptakan hubungan interpersonal yang ideal, baik, dan berkualitas. 

Selain itu, menaruh rasa hormat terhadap sesama juga merupakan wujud dari empati. Seperti yang sudah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian dalam dunia psikologi, empati memiliki pengaruh besar dalam terciptanya harmonisasi dalam hubungan interpersonal.

Demikianlah, rasa hormat yang seringkali hanya terucap manis di bibir saja, nyatanya memiliki nilai yang luhur. Ia bisa menjadi awal perubahan terhadap sesuatu yang besar dalam masyarakat. Akhir kata, saya akan menutup tulisan ini dengan kalimat yang saya pinjam dari mentor saya, “Saling menghormatilah dengan memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.”

Baca Juga: [OPINI] Perempuan dalam Bingkai Kekuasaan

Baca Juga: [OPINI] Akibat Hukum Konsumen Menolak Membayar Pesanan COD

Maswanajih Photo Community Writer Maswanajih

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya