[OPINI] Aku Melihat Teman Tuli Mengalami Deprivasi Bahasa
![[OPINI] Aku Melihat Teman Tuli Mengalami Deprivasi Bahasa](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20221225/pexels-pavel-danilyuk-6925377-b1a75646502ba763e257a5825036e60d_600x400.jpg)
Setiap orang pasti mengimpikan bekerja di lingkungan yang sehat, tanpa memandang kekurangan. Aku adalah orang beruntung yang mendapat pengalaman kerja pertama di lingkungan seperti ini. Ini adalah kisahku bekerja di Parakerja, sebuah start up yang bergerak di bidang pemberdayaan disabilitas.
Baca Juga: [OPINI] Media Sosial Membuatku Semakin Kesepian
Kisah ini bermula ketika aku belajar Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) di Parakerja bulan Maret-Mei 2021. Awalnya, aku melamar untuk jadi moderator kelas BISINDO, sayangnya tidak lolos. Kemudian, aku diberitahu bahwa Parakerja membuka lowongan magang di beberapa posisi. Aku melamar jadi Community Associate, dan ternyata diterima pada bulan Juli 2021.
Menjalani magang sekaligus Kuliah Kerja Nyata (KKN) sangat menguji time management- ku. Beruntungnya, KKN saat itu dilaksanakan secara hybrid dan magangnya juga full Work From Home (WFH), jadi aku lebih bisa menyesuaikan pekerjaan-pekerjaanku. Ketika periode magang selesai, aku ditawari posisi part-time. Tapi aku tolak karena ada masalah pribadi yang akan mengganggu produktivitasku bekerja.
Aku kerja bersama orang dengan ragam disabilitas
Di sini, aku bertemu dengan banyak teman dari berbagai daerah, Aceh, Batam, sampai Kediri. Aku sendiri sebenarnya termasuk yang paling jauh domisilinya, yaitu di Bali. Aku juga bertemu rekan dengan ragam disabilitas, seperti tuli, disabilitas daksa, dan disabilitas netra.
Saat aku magang, tugasku adalah menjadi jembatan informasi antara pihak internal dan eksternal perusahaan. Satu pihak eksternalnya adalah tutor tuli. Aku juga menjadi penghubung antara pihak Pusat Layanan Autis yang saat itu bekerja sama dengan Parakerja untuk membuat program kelas BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia). Itu adalah pengalaman pertamaku berhubungan langsung dengan pemerintah. Pada momen itu, aku baru mengetahui bahwa ada seseorang yang memiliki dua atau lebih ragam disabilitas, atau biasa disebut tuna ganda.
Aku juga beberapa kali diberi kesempatan menjadi MC dan moderator di acara-acara Parakerja. Aku pernah menjadi moderator IG (Instagram) Live dengan pembicara seorang tuna netra bernama Rachel. Aku sangat mengagumi Rachel, karena ia adalah seorang yang memiliki semangat besar untuk belajar di tengah keterbatasannya. Dari sini pula, aku lebih banyak mengenal ragam disabilitas.
Aku melihat teman tuli mengalami deprivasi bahasa
Tantangan terseru selama bekerja adalah berkomunikasi dengan rekan tuli. Kita berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat, seperti belajar bahasa baru bagiku. Karena sebelumnya aku sudah belajar bahasa isyarat, sehingga tidak terlalu masalah. Namun uniknya justru dari cara mereka menyusun kalimat di chat.
For your information, struktur kalimat BISINDO berbeda dengan Bahasa Indonesia pada umumnya. Kalau Bahasa Indonesia menggunakan SPOK, di BISINDO struktur kalimatnya menggunakan GLOSA (kalau mau tahu lebih banyak, ikut kelas bahasa isyarat di Parakerja aja. Hehe). Perbedaan inilah yang membuat aku harus berpikir lebih banyak ketika membaca chat dari teman tuli. Atasanku yang mengetahui permasalahan itu akhirnya membantu untuk menginterpretasikan apa yang dibicarakan rekan tuli tersebut. Lama-lama, aku jadi terbiasa.
Barulah saat itu aku tahu, bahwa kebanyakan teman tuli di daerah mengalami deprivasi bahasa atau perampasan bahasa. Hal ini terjadi karena di usia anak, lingkungannya lebih banyak mengajari komunikasi verbal dan suara. Padahal, cara komunikasi tersebut tidak dapat ditangkap oleh anak tuli. Akibatnya, perkembangan bahasa mereka menjadi terhambat. Selama bersekolah, kebanyakan SLB menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dibandingkan BISINDO. SIBI juga merupakan bentuk perampasan bahasa karena dibuat oleh orang dengar tanpa melibatkan tuli. Sehingga mengakibatkan tuli sulit untuk mengomunikasikan apa yang ingin diungkapkan. Itulah penyebab kebanyakan tuli kesulitan berkomunikasi dengan rekan dengar.
Pengalaman pertamaku bekerja ini menjadi bukti, bahwa bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Mengenal dunia disabilitas dan isu yang dihadapi, bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah, memahami gaya komunikasi orang dengan latar belakang berbeda-beda, dan masih banyak hal yang aku dapatkan dari tempat ini. Semoga semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya lingkungan kerja yang inklusif dan menerapkannya.
Baca Juga: [OPINI] Mars Ospek Prodi Memuat Pelecehan Seksual Verbal
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.