[OPINI] Pengemis Online: Potret Baru Praktik Poverty Porn

Realitas di balik sosok "pengemis"

Kehadiran pengemis seringkali identik dengan sosok yang tidak berdaya. Ketidakberdayaan ini terlihat dari permohonan yang mereka lakukan setiap harinya. Permohonan materil, sebutnya. Menopangkan hidup pada sedikit materi yang diberikan oleh orang banyak. Rasa iba menjadi dasar emosional yang dimainkan untuk dapat menarik mereka yang ada pada posisi strukturasi tertinggi.

Realitas ini adalah bagian nyata dari kehidupan, bahkan hari ini ruang publik tidak dianggap begitu eksis untuk dijadikan praktik. Sudah menembus ruang hingga masuk ke jejaring universal yang menjadi gawai bagi setiap pengguna dunia maya. Sekarang sudah muncul iklim baru, bahwa platform media bisa digunakan sebagai jalan pintas dari permohonan materil, oleh mereka yang tak berdaya.

Baca Juga: [OPINI] Akibat Hukum Konsumen Menolak Membayar Pesanan COD

Baca Juga: [OPINI] 6 Sisi Buruk Uang, Bisa Gak Good Looking Lho

1. Dunia digital dan perkembangannya

[OPINI] Pengemis Online: Potret Baru Praktik Poverty Pornfoto hanya ilustrasi (Unsplash.com/Mariia Shalabaieva)

Tidak dipungkiri, bahwa hari ini kehidupan secara universal bergelut melalui akses digitalisasi. Hampir seluruh aktivitas manusia dilakukan dengan memanfaatkan jejaring media sosial. Refleksi ini kemudian menjadi gambaran nyata, bahwa kolektivitas media sosial yang berkembang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Kehadiran berbagai macam variasi platform media sosial mulai menampakkan eksistensinya masing-masing. 

Hal ini memberikan konsekuensi baru pada beberapa lini kehidupan. Hampir semua aktivitas yang sebelumnya dinikmati dalam proposisi langsung, beralih menggunakan akses yang lebih fleksibel. Pemanfaatkan platform media menjadi pilihan yang sangat tepat. Satu yang cukup eksis beberapa waktu ini adalah melakukan aktivitas mengemis secara online pada platform TikTok.

2. Framing pada platform media "TikTok"

[OPINI] Pengemis Online: Potret Baru Praktik Poverty Pornilustrasi TikTok (IDN Times/Arief Rahmat)

Satu platform media sosial yang cukup berkembang hari ini adalah TikTok. Mayoritas pengguna media sosial di seluruh dunia memiliki platform ini. Dulunya TikTok masih digunakan secara fungsional sebagai platform yang diperuntukkan sebagai wujud, atau citra diri melalui aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan trend. Namun hari ini, seiring dengan perkembangannya yang cukup progresif, kompleksitas TikTok sudah sangat berkembang. Hal ini bisa dilihat dari variasi fitur yang disediakan oleh TikTok.

Live streaming, sebuah fitur yang hampir tersedia pada seluruh platform media sosial terkait, seperti Facebook, Instagram, dan lainnya. Tidak mau kalah dengan dua platform tersebut, TikTok hari ini juga menghadirkan fitur live streaming yang bisa digunakan sebagai dalih untuk menampilkan pesona diri yang digunakan. Motif yang beragam tentunya, live streaming memunculkan tampilan aktivitas yang ingin ditampilkan oleh pemilik akun yang nantinya akan dilihat, diakses, bahkan menjadi sebuah sorotan boom framing bagi yang menyaksikannya. 

3. Akar dan dampak praktik poverty porn

[OPINI] Pengemis Online: Potret Baru Praktik Poverty Pornfoto hanya iliustrasi (Unsplash.com/Matt Collamer)

Beberapa waktu ini, proses ekspos kemiskinan atau biasa disebut dengan kegiatan menampilkan kondisi kemiskinan kepada khalayak ramai untuk menimbulkan rasa prihatin dan simpatik, tidak lagi dilakukan melalui berita saja. Penggunaan fitur live streaming di TikTok juga dimanfaatkan dalam tanda kutip, oleh pihak-pihak yang secara tidak langsung menjadi kemiskinan sebagai bahan eksploitasi untuk mendapatkan keuntungan timbal-balik.

Pengemis Online” menjadi sapaan yang kerap kali muncul belakangan ini, bagi mereka yang bergelut dalam dunia poverty porn. Kegiatan mengemis dikemas dengan pola menyiram diri sendiri menggunakan air, kemudian meminta like sebagai respon dari pengguna yang menyaksikan. Ironinya, kegiatan ini menimbulkan cukup banyak perdebatan di kalangan pengguna platform TikTok.

Aktivitas seperti itu karena kurangnya edukasi bagi kreator dalam memanfaatkan konten sesuai dengan kebutuhan yang realistis. Semua yang terjadi, mengingatkan bahwa edukasi adalah hal urgensi yang perlu dilakukan terlebih dahulu dalam pemanfaatan platform media sosial, baik bagi pengguna maupun content creator. Karena bukan hanya diri sendiri yang dirugikan, tetapi seluruh pengguna platform merasa bahwa apa pun bisa dilakukan yang penting mendapatkan materi, meskipun dalam konteks yang tidak rasional.

Tidak sedikit yang mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk dari eksploitasi manusia, bahkan sampai disebut sebagai sebuah dekonstruksi pelemahan nilai-nilai kemanusiaan. Kontroversi yang kemudian terus berlanjut hingga hari ini, bahwa rasionalitas manusia sebagai penampil, pengguna, dan penikmat media adalah bagian penting yang cukup esensial.

Jadilah pengguna platform media yang bijak, serta memiliki daya kemampuan literasi!

Fadilla Saputri Photo Community Writer Fadilla Saputri

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya