foto hanya ilustrasi (pexels.com/Anete Lusina)
Berdasarkan kasus yang dihimpun SAFEnet dalam Laporan Situasi Hak-hak Digital Indonesia Tahun 2023, 48 kasus atau sebanyak 42,11 persen para pelapor menggunakan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE. Pasal ini biasanya juga dilapisi dengan 310-311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik sebanyak 3 kasus (2,63 persen).
Urutan kedua adalah Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan jumlah pelaporan sebanyak 28 kasus (24,56 persen). Beberapa kasus juga dilapisi dengan Pasal 156A KUHP terkait penodaan agama sebanyak 1 kasus atau 0,88 persen. Sisanya adalah pelaporan menggunakan Pasal 27 Ayat 1 UU ITE sebanyak 6 kasus (5,26 persen), Pasal 14-15 UU No 1 Tahun 1946 mengenai berita bohong sebanyak 3 kasus (2,63 persen), dan Pasal 45 Ayat 3 UU ITE terkait ancaman penyebaran informasi elektronik bermuatan ancaman kekerasan sebanyak 2 kasus (1,75 persen). Penggunaan UU ITE tanpa penjelasan pasal dalam laporan polisi juga tercatat tinggi dengan angka 21 kasus (18,42 persen).
SAFEnet juga mencatat siapa saja pihak yang menggunakan pasal-pasal tersebut sebagai landasan pelaporan. Pengguna Pasal 27 Ayat 3 UU ITE paling banyak adalah pejabat publik (8 kasus), perusahaan/ pengusaha (8 kasus), dan organisasi/institusi (6 kasus). Satu contoh kasus penggunaan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE yang dilaporkan oleh pejabat publik adalah Saverius Suryanto atau Rio.
Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, melaporkan jurnalis media lokal ini karena dituduh melakukan penghinaan lewat foto-foto di Facebook. Foto itu menampilkan wajah Edi ditimpa gambar kaki, dan diberi tanduk di kepala. Foto ini juga disertai pernyataan kritikan terhadap Edi, yang dianggap mengabaikan hak kelompok warga di Desa Macang Tanggar untuk mendapatkan sertifikasi tanah.