Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi social engineering (pexels.com/Antoni Shkraba)

Selama lima tahun terakhir, ada berbagai kasus pembajakan data pribadi di Indonesia. Pembajakan data pribadi ini terdiri dari data NPWP, data e-KTP, data BPJS, dan sebagainya.

Sementara itu, peretasan atau hacking dianggap dilakukan oleh individu maupun kelompok yang disebut sebagai peretas (hacker). Kenyataannya, selain istilah hacker, ada juga yang disebut dengan cracker. Lalu apa yang membedakan keduanya? Berikut ini bedanya cracker dan hacker selengkapnya.

1. Melihat perbedaannya berdasarkan sejarah singkat

Ilustrasi waktu yang terus berjalan (pixabay.com/stevepb)

Kemunculan istilah hacker atau peretas itu berasal dari anggota organisasi mahasiswa Tech Model Railroad Club di Laboratorium Kecerdasan Artifisial Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Berdasarkan makalah dari Onno Purbo, seorang akademisi dan konsultan teknologi informasi, bahwa istilah hacker ini merujuk kegiatan positif para pegiat komputer untuk belajar bersama. Mereka akan masuk ke sistem komputer untuk menganalisis kekurangannya. Setelah menemukan kekurangan itu, mereka akan memperbaiki sistem yang ada agar lebih baik.

Pada tahun 1983, istilah hacker mulai dimaknai negatif. Ini karena pertama kalinya FBI menangkap kelompok kriminal komputer, The 414s. Setelah penangkapan itu, muncul individu maupun kelompok yang merasa puas atas tindakan membobol komputer. Dalam makalah itu, Onno menuliskan peretas sejati (makna awal hacker) menyebut kelompok pembobol komputer itu dengan sebutan cracker.

2. Beda niat dan tujuan

foto hanya ilustrasi. (Pexels.com/TimaMiroshnichenko)

Jika melihat faktor niat dan tujuan, cracker memiliki niat untuk membobol sistem komputer demi keuntungan pribadi. Para cracker akan masuk ke sistem komputer. Mereka secara sengaja melawan sistem keamanan komputer untuk memperoleh keinginan sendiri.

Setelah proses melawan keamanan komputer itu, mereka mengincar keuntungan dan kepuasan. Cracker atau pembajak merasa puas setelah mereka mampu menunjukkan sistem komputer yang telah dibobol. Sementara, keuntungan lain yang mereka lakukan adalah dengan cara menjual data pribadi yang diperoleh dari proses pembajakan data dalam sistem komputer.

Berbeda dengan cracker, menurut Eric Steven Raymond seorang programmer dan advokat open source, hacker dimaknai sebagai programmer yang pandai. Bagi Raymond, hacker yang baik memberikan solusi atas masalah programming dan “hacking” adalah proses pembuatannya.

Hacker memiliki karakteristik khusus, mereka gemar mempelajari detail sistem dan bahasa pemrograman. Serta saling menghargai dan menikmati hasil hacking orang lain untuk proses belajar, dan perbaikan sistem maupun program.

3. Menjadi kesalahpahaman terus-menerus

ilustrasi phishing (Pixabay.com/ Mohamed_hassan)

Istilah peretas atau hacker kian hari mendapat konotasi negatif. Masyarakat masih salah kaprah atas perbedaan istilah hacker dan cracker. Sebagian besar masih memahami bahwa peretas mengakibatkan kerugian pihak tertentu. Kerugian ini seperti mengubah tampilan situs website (deface), memasukkan kode virus, dan lainnya. Padahal tindakan yang merujuk kerugian itu merupakan definisi dari perbuatan cracker

Penggunaan istilah cracker masih belum umum digunakan pada ranah pemberitaan. Sementara, pada sisi regulasi yang berlaku di Indonesia, belum disertakan istilah cracker (pembajak) dan cracking (pembajakan) dalam Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Regulasi itu hanya mencatat perbuatan yang merujuk pada pembajakan, seperti mengambil data pribadi orang lain tanpa persetujuan (consent).

Oleh karena bentrok istilah, para peretas membaginya ke dalam dua golongan. Ada golongan White Hat Hackers, yaitu hacker yang sebenarnya. Sementara, cracker sering disebut dengan istilah Black Hat Hackers. Jadi, sudah tahu apa bedanya cracker dan hacker?

Editorial Team