Di banyak budaya, perempuan yang ideal sering digambarkan dengan kata-kata seperti "penurut", "lembut", "sabar", dan "tidak merepotkan". Di permukaan, sifat-sifat itu terdengar mulia. Namun, ketika diinternalisasi secara kaku, ia berubah menjadi penjara tak kasat mata yang dikenal sebagai Sindrom Good Girl, kecenderungan untuk selalu menyenangkan orang lain, menghindari konflik, dan menekan kebutuhan diri demi mempertahankan citra "perempuan baik".
Fenomena ini tidak lahir dari ruang hampa. Ia dibentuk oleh sejarah panjang patriarki, diperkuat oleh norma sosial, dan dipelihara oleh sistem ekonomi serta budaya populer.