Usia 20-an sering jadi fase penuh ambisi—Saya pun merasakannya. Saat teman-teman sibuk kuliah, saya semangat membangun bisnis jual beli aksesori seperti jam tangan dan gelang. Saya belanja stok sendiri dari penjual lokal di sekitar Malang, lalu jual kembali lewat online shop.
Awalnya, semuanya berjalan lancar. Pesanan terus masuk, omzet naik, bahkan saya sempat bisa melunasi utang koperasi sebesar Rp15 juta dari total Rp25 juta yang saya pinjam untuk modal. Dalam titik itu, saya merasa "di atas angin".
Tapi keberhasilan itu bikin saya lengah. Saya gak punya sistem keuangan yang jelas. Uang usaha tercampur dengan uang pribadi. Dan yang paling fatal, saya mulai terlalu boros: belanja gaya hidup, traktir sana-sini, dan memanjakan pacar berlebihan. Tanpa sadar, saya menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang gak produktif.
Saat penjualan mulai menurun drastis pada 2023, saya gak siap. Modal habis, utang sisa belum lunas, dan saya akhirnya terjebak dengan tanggungan sekitar Rp10 juta. Bisnis hancur, emosi saya gak stabil, pacar pergi, dan kuliah ikut keteteran.
Tapi saya gak tinggal diam. Untuk bisa bangkit, saya memutuskan bekerja sebagai pemasang dan sales di perusahaan WiFi ternama. Selama hampir 10 bulan saya kerja lapangan: pasang jaringan ke rumah-rumah, jual layanan internet, bahkan kadang lembur. Uang dari pekerjaan itu perlahan saya kumpulkan sampai akhirnya bisa melunasi semua sisa utang.
Kuliah memang jadi sedikit tertunda karena fokus kerja, tapi sekarang saya sudah kembali ke jalur — dan sedang menjalani skripsi. Dari semua proses itu, saya belajar lima hal penting yang akan saya pegang terus.
Jangan mulai bisnis tanpa mengerti keuangan dasar
Bisa jualan bukan berarti bisa kelola bisnis. Kalau aliran uang gak jelas, usaha sebesar apa pun bisa jebol. Pisahkan uang pribadi dan bisnis, jangan tunda.
Jangan gunakan keuntungan untuk pamer
Waktu dapat untung besar, saya merasa hebat. Tapi ternyata, gaya hidup tinggi justru bikin usaha saya hancur diam-diam. Hidup sederhana lebih aman daripada kelihatan sukses tapi rapuh di dalam.
Pacar bukan alasan untuk lupa diri
Waktu punya uang, saya berusaha kasih yang terbaik buat pasangan. Tapi ternyata bukan itu yang dibutuhkan hubungan. Ketika jatuh, yang tersisa cuma diri sendiri.
Gagal itu bukan akhir dunia
Saya sempat merasa gagal total menjalani hidup. Tapi ternyata, gagal cuma proses penting buat jadi dewasa. Yang penting bukan jatuhnya, tapi bagaimana bangkitnya.
Jangan malu memulai ulang
Setelah semua itu, saya sempat malu. Tapi sekarang saya sadar, gak ada yang salah dengan mulai dari nol lagi. Justru itu bukti kamu lebih siap dari sebelumnya.
Sekarang saya belum sepenuhnya sukses, tapi saya jauh lebih kuat. Utang lunas, emosi lebih stabil, dan kuliah terus berjalan. Gagal di usia muda bukan kutukan—itu latihan mental. Dan saya bersyukur pernah jatuh, karena di situlah saya benar-benar belajar tentang hidup.