Sejak pertama kali bergulir tahun 2017, kebijakan zonasi dalam PPDB yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 mengalami beberapa kali perubahan, menyesuaikan kebutuhan agar tujuan pemerataan akses layanan dan kualitas pendidikan segera tercapai.
Berkat kebijakan zonasi, daerah-daerah terluar dari zona sekolah lebih mudah terdeteksi. Pemetaan sebaran SMP negeri yang tidak merata bisa menjadi acuan untuk membuat kebijakan pendirian SMP Negeri baru untuk mengakomodir desa-desa yang ada di prioritas ke-3, ke-4 atau bahkan ke-5 zonasi sekolah.
Mulai tahun 2019, Pemerintah Kota Denpasar mulai membangun SMP negeri baru. Dimulai dengan berdirinya SMP Negeri 13 di Kecamatan Denpasar Barat, diikuti SMP Negeri 14 di Kecamatan Denpasar Timur tahun 2020, dan tahun ini SMP Negeri 15 mulai dibangun di Kecamatan Denpasar Barat. Sementara pembangunan SMP Negeri 16, yang rencananya akan menjadi sekolah penyangga 3 desa yaitu Kelurahan Renon, Kelurahan Panjer, dan Desa Sidakarya, ditunda karena terkendala biaya.
Selain itu, kebijakan zonasi secara tidak langsung juga memaksa warga untuk tertib administrasi kependudukan agar hak anak sebagai siswa bisa terpenuhi secara maksimal.
Namun, warga pendatang banyak yang memilih untuk tidak pindah KTP dan KK Denpasar karena beberapa alasan. Satu di antaranya karena masih hidup nomaden atau berpindah-pindah tempat, dari satu kos atau kontrakan ke kos atau kontrakan lainnya.
Seperti halnya yang terjadi di kota besar lain, ledakan penduduk di kota-kota besar semakin mempersempit jumlah lahan. Sesuai hukum ekonomi, maka harga properti pasti melambung tinggi, sehingga sulit sekali untuk memiliki hunian pribadi. Lantas, apakah setiap pindah kos atau kontrakan, warga pendatang harus pindah KTP dan KK agar mempunyai hak yang sama dengan warga asli, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan yang layak? Apakah ada jaminan proses yang mudah dan tidak berbelit untuk mengurus dokumen kependudukan tersebut?
Jika diterapkan secara kaku, tanpa kepastian akses bagi warga pendatang karena mengutamakan warga dengan KK Denpasar, tentu saja Permendikbud Nomor 1 tahun 2021 dirasa kurang adil bagi warga pendatang yang sudah melakukan kewajibannya.
Contohnya di Kota Denpasar. Secara administratif, warga pendatang di Kota Denpasar sudah tertib dan terdata karena setiap bulannya pecalang bertugas memungut retribusi warganya dengan tarif bervariasi. Dasar hukumnya adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali), Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali), dan Peraturan Gubernur Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat. Dengan kewajiban yang sama, tidak bisakah warga pendatang mendapatkan hak yang sama, khususnya di bidang pendidikan?
Jika memang syarat mutlak agar lulus seleksi PPDB SMP negeri adalah memiliki KK Denpasar yang berumur lebih dari satu tahun sebelum PPDB berlangsung, seharusnya ada sosialisasi bagi orangtua/wali murid sejak kelas 4 SD. Karena syarat zonasi satu di antaranya adalah nilai rata-rata 3 mata pelajaran 5 semester terakhir, yang dimulai dari nilai kelas 4 SD semester 1. Hal ini sangat penting untuk meminimalisir demotivasi belajar siswa jelang kelulusan. Keterampilan mengolah kata juga harus dimiliki tenaga pengajar dan orangtua/wali murid agar tidak semakin menjatuhkan mental dan semangat belajar siswa, yang merasa bahwa kerja kerasnya belajar selama ini sia-sia belaka. Karena berapa pun prestasi dan nilai yang telah diraih, tidak mampu mengantarkannya ke sekolah impian.
Meskipun kebijakan zonasi bertujuan untuk menghapus label favorit yang sudah melekat puluhan tahun di sekolah-sekolah negeri, namun sekolah-sekolah negeri tersebut tetap saja jadi rebutan dan primadona para calon siswa baru. Selain mutu dan kualitasnya sudah terjamin, harganya pun relatif terjangkau. Sementara sekolah-sekolah swasta dengan mutu dan kualitas setara atau lebih, biasanya dipatok dengan harga tinggi. Jadi jika benar-benar ingin menghapus label favorit di sekolah-sekolah negeri, sudah semestinya ada alternatif sekolah-sekolah swasta dengan mutu dan kualitas setara dengan harga terjangkau, bahkan gratis. Seperti SMA Taruna Nusantara di Magelang atau SMA Pradita Dirgantara di Boyolali.
Alasan lainnya, sekolah-sekolah negeri di seluruh Indonesia mempunyai standar yang relatif sama, sehingga memudahkan jika sewaktu-waktu peserta didik pindah kota mengikuti orangtua atau alasan lainnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan sekolah-sekolah swasta yang hanya ada di kota-kota tertentu saja. Meskipun sudah ada label akreditasinya, mutu dan kualitas sekolah-sekolah swasta yang tidak terdengar gaungnya di tingkat nasional tetap saja masih diragukan di kota lainnya.
Besar harapan penulis agar penerapan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 sebagai acuan dalam seleksi PPDB SMP Kota Denpasar lebih fleksibel agar tidak lagi merugikan warga pendatang yang tidak mempunyai KK Denpasar, dan dapat menggunakan surat domisili berusia lebih dari setahun sebelum pelaksanaan PPDB. Bukankah mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak setiap warga negara?