foto hanya iliustrasi (Unsplash.com/Matt Collamer)
Beberapa waktu ini, proses ekspos kemiskinan atau biasa disebut dengan kegiatan menampilkan kondisi kemiskinan kepada khalayak ramai untuk menimbulkan rasa prihatin dan simpatik, tidak lagi dilakukan melalui berita saja. Penggunaan fitur live streaming di TikTok juga dimanfaatkan dalam tanda kutip, oleh pihak-pihak yang secara tidak langsung menjadi kemiskinan sebagai bahan eksploitasi untuk mendapatkan keuntungan timbal-balik.
“Pengemis Online” menjadi sapaan yang kerap kali muncul belakangan ini, bagi mereka yang bergelut dalam dunia poverty porn. Kegiatan mengemis dikemas dengan pola menyiram diri sendiri menggunakan air, kemudian meminta like sebagai respon dari pengguna yang menyaksikan. Ironinya, kegiatan ini menimbulkan cukup banyak perdebatan di kalangan pengguna platform TikTok.
Aktivitas seperti itu karena kurangnya edukasi bagi kreator dalam memanfaatkan konten sesuai dengan kebutuhan yang realistis. Semua yang terjadi, mengingatkan bahwa edukasi adalah hal urgensi yang perlu dilakukan terlebih dahulu dalam pemanfaatan platform media sosial, baik bagi pengguna maupun content creator. Karena bukan hanya diri sendiri yang dirugikan, tetapi seluruh pengguna platform merasa bahwa apa pun bisa dilakukan yang penting mendapatkan materi, meskipun dalam konteks yang tidak rasional.
Tidak sedikit yang mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk dari eksploitasi manusia, bahkan sampai disebut sebagai sebuah dekonstruksi pelemahan nilai-nilai kemanusiaan. Kontroversi yang kemudian terus berlanjut hingga hari ini, bahwa rasionalitas manusia sebagai penampil, pengguna, dan penikmat media adalah bagian penting yang cukup esensial.
Jadilah pengguna platform media yang bijak, serta memiliki daya kemampuan literasi!