Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kemiskinan (Foto: IDN Times)

"Orang miskin itu malas. Jika mereka bekerja lebih keras, mereka pasti bisa sukses."

Pernyataan ini sering kita dengar dalam masyarakat yang semakin individualistik. Pandangan semacam ini mencerminkan keyakinan bahwa kesejahteraan adalah hasil dari usaha individu semata, tanpa mempertimbangkan faktor struktural yang berperan dalam membentuk ketimpangan sosial. Tapi benarkah setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesejahteraan? Jika demikian, mengapa kesenjangan ekonomi tetap melebar, bahkan di negara-negara maju?

Perdebatan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial, negara atau individu bukanlah isu baru. Seiring dengan berkembangnya nilai-nilai individualisme, banyak yang berpendapat bahwa setiap orang harus mengurus dirinya sendiri tanpa mengandalkan bantuan pemerintah. Sementara itu, mereka yang percaya pada prinsip kolektivisme menekankan bahwa negara memiliki kewajiban moral untuk menjamin kesejahteraan warganya, terutama bagi mereka yang berada dalam kondisi rentan.

Dilema ini menjadi semakin kompleks ketika kita melihat bagaimana sistem kesejahteraan di berbagai negara berkembang dengan cara yang sangat berbeda. Di satu sisi, Amerika Serikat menganut pendekatan pasar bebas yang menekankan kemandirian individu, sementara di sisi lain, negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia mengembangkan sistem kesejahteraan yang luas untuk memastikan bahwa tidak ada warga negara yang tertinggal. Lantas, model mana yang lebih ideal? Apakah individualisme benar-benar bertentangan dengan kesejahteraan sosial? Ataukah ada cara untuk menyeimbangkan keduanya?

Individualisme dan pandangan terhadap kesejahteraan

Ilustrasi kemiskinan (Foto: IDN Times)

Dalam masyarakat yang sangat individualistik, seperti di Amerika Serikat dan Inggris, kesejahteraan dipandang sebagai tanggung jawab pribadi. Negara hanya berperan sebagai fasilitator ekonomi dan keamanan, bukan sebagai penyedia utama jaring pengaman sosial. Logika yang digunakan adalah bahwa jika setiap individu bekerja keras dan membuat keputusan yang tepat, mereka akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam konteks ini, intervensi negara dalam urusan kesejahteraan dianggap sebagai bentuk penghambat kebebasan dan inefisiensi ekonomi.

Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Sistem yang terlalu menekankan individualisme justru sering kali menghasilkan kesenjangan sosial yang ekstrem. Contohnya, di Amerika Serikat, di mana bantuan sosial sangat terbatas, jutaan warga masih hidup di bawah garis kemiskinan meskipun mereka bekerja penuh waktu. Jika keberhasilan ekonomi hanya bergantung pada usaha individu, lalu mengapa ada begitu banyak pekerja miskin yang tetap terjebak dalam kemiskinan meskipun mereka bekerja keras?

Sebaliknya, di negara-negara seperti Swedia, di mana sistem kesejahteraan sangat kuat, individu tetap memiliki kebebasan untuk berkembang, tetapi dengan perlindungan dari negara. Model ini tidak hanya mengurangi kesenjangan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Artinya, kesejahteraan sosial tidak harus mengorbankan kebebasan individu. Sebaliknya, ia dapat menjadi landasan bagi kebebasan yang lebih substansial.

Tanggung jawab Negara vs individu

Editorial Team

Tonton lebih seru di