"Orang miskin itu malas. Jika mereka bekerja lebih keras, mereka pasti bisa sukses."
Pernyataan ini sering kita dengar dalam masyarakat yang semakin individualistik. Pandangan semacam ini mencerminkan keyakinan bahwa kesejahteraan adalah hasil dari usaha individu semata, tanpa mempertimbangkan faktor struktural yang berperan dalam membentuk ketimpangan sosial. Tapi benarkah setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesejahteraan? Jika demikian, mengapa kesenjangan ekonomi tetap melebar, bahkan di negara-negara maju?
Perdebatan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial, negara atau individu bukanlah isu baru. Seiring dengan berkembangnya nilai-nilai individualisme, banyak yang berpendapat bahwa setiap orang harus mengurus dirinya sendiri tanpa mengandalkan bantuan pemerintah. Sementara itu, mereka yang percaya pada prinsip kolektivisme menekankan bahwa negara memiliki kewajiban moral untuk menjamin kesejahteraan warganya, terutama bagi mereka yang berada dalam kondisi rentan.
Dilema ini menjadi semakin kompleks ketika kita melihat bagaimana sistem kesejahteraan di berbagai negara berkembang dengan cara yang sangat berbeda. Di satu sisi, Amerika Serikat menganut pendekatan pasar bebas yang menekankan kemandirian individu, sementara di sisi lain, negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia mengembangkan sistem kesejahteraan yang luas untuk memastikan bahwa tidak ada warga negara yang tertinggal. Lantas, model mana yang lebih ideal? Apakah individualisme benar-benar bertentangan dengan kesejahteraan sosial? Ataukah ada cara untuk menyeimbangkan keduanya?