Di abad ketika manusia sudah bisa mengirim orang ke luar angkasa, ironi terbesar kita adalah masih tak mampu menjaga anak-anak dari pelaminan yang terlalu dini. Pernikahan anak terus terjadi bukan karena cinta yang tumbuh, tetapi karena kemiskinan, tradisi, dan pandangan usang yang menganggap masa depan bisa ditukar dengan mahar.
Fenomena ini bukan sekadar catatan statistik di laporan tahunan atau isu yang sesekali menghiasi media sosial. Ia adalah sebuah kenyataan yang sering terabaikan, mengakar kuat di banyak desa dan lorong kota, di mana keputusan besar tentang hidup anak ditentukan bukan oleh mereka sendiri. Di balik senyum kaku di pelaminan, ada cerita yang jarang diungkap, tentang mimpi yang dipangkas, pendidikan yang terhenti, dan masa anak-anak yang dicuri.
Lalu mengapa pernikahan dini masih terus terjadi di Indonesia? Jawabannya bukan sesederhana karena cinta atau sudah jodoh, melainkan rumit, berlapis, dan sering kali untuk saling menguatkan. Berikut enam alasan pernikahan dini masih terus terjadi di Indonesia.