“Mungkin ini, maaf. Kuasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa keberadaan semuanya itu sebagaimana para pengawak, Komandan-komandan kapal itu akan setia dengan kapal yang ditumpanginya. Demikian mungkin.”
Begitu kabar terakhir dari Panglima Koarmada II TNI AL, Laksamana Muda TNI Iwan Isnurwanto, pada 18 Mei 2021. Kalimat itu pun hingga saat ini masih terus memenuhi ruang pikiran dan menyita seluruh emosiku. Rasanya ada sendu, pilu, sesak di dada yang tidak kunjung lega.
Kata-kata Panglima tersebut terekam kuat dalam ingatan, membawaku sejenak dalam ingatan tahun 2018 lalu. Memang saat itu bukan KRI Nanggala-402 yang berdiri gagah di depanku, namun kapal selam Nagapasa 403. Namun kegagahan dan meganya tak jauh berbeda.
Saat itu 10 Januari 2018, sebagaimana biasanya, aku menjalani pekerjaan sebagai jurnalis dan mendapat kesempatan untuk naik ke rubber boat mendekati gagahnya Nagapasa di Perairan Benoa. Sepanjang perjalanan menuju tengah lautan, pikiranku dipenuhi rasa penasaran, bagaimana wujud nyata kapal selam militer milik negeri ini. Seperti apakah dia? Sebesar apakah dia? Segagah apakah dia?
Kami berenam ketika itu, sebetulnya cukup lama menunggu di tengah lautan, terombang-ambing di atas rubber boat di bawah terik matahari. Berpeluh, mabuk laut, dan pusing, itu yang kami rasakan. Dari sedikit gambaran itu saja, mungkin sudah bisa dibayangkan bagaimana beratnya menjadi prajurit Angkatan Laut.
Tapi kami sabar menunggu momen menyaksikan langsung kegagahan kapal selam buatan Korea Selatan itu muncul ke permukaan. Setelah akhirnya kapal yang memiliki panjang 61,3 meter dengan kecepatan 21 knot itu muncul, dua kata yang bisa kuungkapkan: takjub dan bangga.
Pandanganku seketika kaku dalam keindahan melihat gagahnya kapal selam militer RI dan para personelnya. Terlihat kedua sahabat karib tersebut, kapal selam dan para personelnya, begitu kompak dan gagah mengarungi dalamnya lautan. Meski kami tak mendekat, namun kegagahannya memenuhi sanubari ini.
Dari jarak yang lumayan jauh, kami lalu menyaksikan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, bersama Mantan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, dan Menteri Luar Negeri, Retno Sumardi, yang saat itu ditemani Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menaiki kapal selam ini. Hingga kemudian, kami kembali ke Pelabuhan Benoa.
Nagapasa-403 maupun Nanggala-402, semua hebat bagiku. Sampai kutuliskan catatan ini, masih tak terbayangkan bagaimana rasanya berada di dalam kapal selam selama berhari-hari hingga berbulan-bulan lamanya. Apa yang mereka hadapi di bawah sana? Apa yang mereka temui di dalam laut yang gelap itu? Suara macam apa yang mereka dengar dari lautan? Hanya kutahu, mereka adalah para penjaga kedaulatan negeri ini.
Hari ini, 21 Mei 2021, tepat sebulan sejak KRI Nanggala-402 beserta pajurit Hiu Kencana resmi dinyatakan hilang dalam diam dan senyap di kedalaman. Misteri itu belum terungkap, mengenang sang patriot, mari kita jeda sejenak, merunut kembali bagaimana KRI Nanggala-402 seketika tak berjejak dan kini hanya ditemukan dalam bentuk serpihan.