Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung-gedung yang hancur akibat serangan Pendudukan Israel terhadap rumah-rumah warga sipil Palestina di Gaza di utara Kamp Jabalia, utara wilayah Al-Sikka, Rabu (11/11/2023). (Dok. Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP))

Amerika Serikat (AS) menetapkan Israel sebagai Major non NATO ally atau 'Sekutu Besar Bukan Nato' bersama Korea Selatan, Jepang, Mesir, dan Australia, pada tahun 1988. Maka tak heran, jika AS habis-habisan memberikan dukungan terhadap Israel dalam serangan  pasca peristiwa 7 Oktober 2023 di Jalur Gaza. Walaupun dukungan tersebut ditentang keras oleh rakyat Amerika dan belakangan juga ditolak oleh sebagian anggota Kongres, dukungan diplomatik, militer, dan ekonomi justru semakin masif diberikan oleh pemerintah AS kepada Israel.

Washington memberikan perlindungan diplomatik kepada Israel, salah satunya lewat penggunaan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza. Tuntutan tersebut ditolak oleh Robert Wood, perwakilan AS untuk PBB, dengan alasan gencatan senjata akan memperluas aksi teroris Hamas di Gaza. Dukungan diplomatik ini bukan pertama kalinya. AS telah menggunakan hak veto terhadap puluhan resolusi DK PBB yang kritis kepada Israel sejak 1972. Alih-alih mencegah semakin tingginya korban sipil di Gaza, AS justru memimpin resolusi DK PBB dengan nomor 2722 untuk menuntut Angkatan Bersenjata Yaman, Houthi, menghentikan serangan mereka di Laut Merah. Kepentingan ekonomi sekutu AS lebih penting daripada nyawa manusia di Jalur Gaza.

Israel adalah negara dengan penerima bantuan militer terbesar dari AS. Selain akses ke persenjataan unggulan, AS juga memberikan keleluasan akses terhadap lembaga intelijen. Konsensus bantuan keamanan ini semakin dipertinggi sejak tahun 1980-an saat kepemimpinan Ronald Reagan. Pembiayaan militer AS mencakup 16 persen dari anggaran pertahanan militer Israel.

Dilansir dari New York Times pada Oktober 2023, AS telah memasok stok senjata berupa peluru artileri 155mm yang dapat membunuh dalam radius 100 hingga 300 meter di enam titik wilayah Israel, dan bantuan amunisi senilai sekitar 2 miliar dolar AS. Media Time pada November 2023 merilism bahwa dalam operasi militer Israel di Jalur Gaza, AS telah mengirim rudal pertahanan udara Iron Dome, bom berdiameter kecil dan 1800 kit Joint Direct Attack Munition (JDAM), jet tempur F-35, helikopter angkat berat CH-53, dan tanker pengisian bahan bakar udara KC-46. Menurut Laporan Handicap International yang diterbitkan pada 6 Desember 2023, terdapat lebih dari 12.000 bom, mulai dari 150kg-1000kg, yang dijatuhkan ke pemukiman padat penduduk di Jalur Gaza oleh Israel.

AS memiliki sebutan 'Sang Dermawan Besar' bagi Israel. Negara tersebut dapat menerima bantuan ekonomi AS dengan dan/atau tanpa syarat. Dalam catatan USNews Oktober 10 2023, Pascaperang Dunia II, bantuan ekonomi dan militer AS terhadap Israel mencapai 260 miliar dolar AS. Dari tahun 2003-2020, Israel berada di peringkat ketiga penerima dana bantuan AS setelah Irak dan Afghanistan.The Conversation pada Oktober 2023, menyebut hanya dalam satu minggu, filantropi Yahudi di AS dapat mengumpulkan dana hingga 10 juta dollar AS pasca serangan 7 Oktober untuk membantu Israel. Time pada November 2023 juga melaporkan, bahwa pemerintahan Joe Biden telah meminta dana tambahan 14,3 miliar dolar AS kepada Kongres. Dikutip dari APNews bulan November 2023, permintaan Biden disetujui oleh Kongres melalui penerbitan Undang-Undang Alokasi Tambahan Keamanan Israel. Komitmen pemberian dana darurat tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa Israel butuh bantuan untuk 'mempertahankan diri' dari serangan Hamas.

Dukungan ini menganulir pada satu pertanyaan mendasar, apa alasan AS memberikan dukungan yang terbilang 'istimewa' terhadap Israel walaupun berisiko merusak politik dalam negeri dan memperburuk posisi AS di kancah internasional?

"Kalau Amerika Serikat harus memilih memihak kemana berdasarkan alasan moral semata, negara itu harus berpihak kepada bangsa Palestina, bukan kepada Israel," tulis John J Mearsheimer dan Stephen M. Walt dalam bukunya yang berjudul Dahsyatnya Lobi Israel. Buku ini menganalisis bagaimana kelompok pro Israel di AS menciptakan kekacauan di Timur Tengah, merusak Israel itu sendiri, dan mengancam perdamaian dunia. Walaupun diterbitkan pada tahun 2007 silam, tulisan Mearsheimer dan Walt tersebut sangat layak untuk dibaca hari ini agar bisa menyikapi kolonialisme Israel di Palestina dengan bijak. Bahwa siapa pun yang menolak pendudukan Israel di Palestina bukan semata-mata perihal sikap anti-semit. Namun lebih daripada itu, pendudukan ilegal dan serangan Israel terhadap Bangsa Palestina adalah bentuk genosida modern dan perampasan kemerdekaan suatu bangsa yang telah berlangsung hampir satu abad lamanya.

1. Israel berperan penting dalam membatasi perluasan pengaruh komunisme di Timur Tengah

Presiden AS Joe Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu. (dok. X @POTUS)

Mearsheimer dan Walt melihat adanya keyakinan teguh oleh Amerika bahwa Israel dapat menghambat pengaruh Uni Soviet ke negara-negara Arab pada masa Perang Dingin. AS dan Uni Soviet memiliki kepentingan strategis yang sama terkait ekspansi minyak dan kendali atas komoditas di Timur Tengah. Israel membantu AS dalam melakukan spionase untuk mengetahui rahasia intelijen Soviet. Misalnya, pada tahun 1956 mata-mata Israel telah memberikan salinan 'pembicaraan rahasia' Perdana Menteri Soviet, Nikita S Khruschev, yang menyebutkan kesalahan Stalin kepada Amerika. Negara Paman Sam juga diberikan akses oleh Israel ke Pesawat Mig21, dan perlengkapan perang buatan Soviet yang direbut pada Perang Enam Hari 1967 dan 1973. Moskow dipermalukan oleh Israel dengan mengalahkan sekutu Soviet, seperti Mesir dan Suria, dalam perang tersebut. Kekalahan ini telah merusak reputasi Soviet dan menaikkan prestise Amerika sebagai rival di kawasan. Nilai strategis Israel dari 1967-1989 tampak jelas sebagai ujung tombak Amerika menahan ekspansi Soviet di Timur Tengah.

Barangkali alasan strategis dukungan AS terhadap Israel tersebut benar, namun bukan berarti tidak dapat dibantah. Mearsheimer dan Walt menilai kemitraan AS-Israel yang terus meningkat telah membebani ekonomi dan merugikan Amerika, serta justru lebih menguntungkan pihak Israel.

Hubungan Mesir-Soviet mengalami titik balik ketika Israel menyerang pangkalan militer Mesir di Gaza pada Februari 1955. Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, kemudian membeli senjata secara besar-besaran kepada Soviet melalui kesepakatan Ceko-Mesir, dan menutup perundingan rahasia untuk perdamaian dengan Israel. Saat Perang Yom Kippur tahun 1973, Mesir menerapkan sanksi embargo dan pengurangan produksi minyak yang menyebabkan AS harus mengeluarkan anggaran sebesar 48,5 miliar dolar karena menghadapi krisis minyak. Sanksi tersebut merupakan respon agresif atas keputusan Pemerintah Richard Nixon yang memberikan bantuan dana darurat kepada Israel sebesar 2,2 miliar dolar selama perang tersebut.

Selain beban ekonomi, peran Israel dalam membatasi pengaruh Soviet di Timur Tengah tidak cukup signifikan. Dukungan AS terhadap pendudukan ilegal Israel di Gaza, Tepi Barat, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan pada 1967 telah membuat beberapa rezim di Timur Tengah mendekat dan menjalin hubungan akrab dengan Uni Soviet. Harry Shaw dalam Mearsheimer dan Walt mencatat bahwa di tahun 1980, sebagian petinggi Israel secara terang-terangan menolak kontak senjata antara Israel dengan pasukan darat Soviet yang sedang menuju ke Teluk Persia untuk menguasai akses minyak di sana. Jelas, tindakan Israel tersebut adalah bentuk ketidaksetiakawanan terhadap Amerika dan menguntungkan posisi Uni Soviet.

Sebagaimana ditulis Arnold Krammer (1974) The Forgotten Friendship: Israel and the Soviet Bloc 1947-53, Soviet adalah 'kawan lama' Israel. Pada Mei 1947, Soviet memberikan dukungan diplomatik untuk pendirian negara Yahudi-Israel yang diwakili oleh Andrei Gromyko, Menteri Luar Negeri Soviet. Pada September 1948, Kremlin memberikan akomodasi amunisi, satu unit brigade tempur Czech, dan tempat pelatihan khusus di Cekoslowakia bagi paramiliter Yahudi Hagana atas saran Pemimpin Komunis Shmuel Mikunis yang dekat dengan Ehud Avril. Motif Soviet memberikan bantuan tersebut untuk menarik Israel ke Blok Timur, secara tidak langsung mengusir orang Yahudi yang berpotensi membangkang terhadap kebijakan Hungaria dan Rumania dengan memasukkan mereka ke unit tentara, dan orang-orang yang terusir akan melakukan imigrasi ke Israel serta diambil propertinya oleh Soviet didasarkan pada UU Ntirnberg 1935 Nazi Jerman. Laporan The Jerussalem Institute for Strategy and Security (2018) menunjukkan, bahwa pascaUni Soviet runtuh pada 1991, sebagai sahabat dekat dan sudah menjadi sikap umum, Rusia bertindak sebagai mediator antara Barat dan Israel.

Peran Israel terhadap pembatasan pengaruh komunis di Timur Tengah diragukan nilai strategisnya, karena Israel jelas mendahulukan kepentingannya dengan bertindak seperti sekutu yang tidak setia dan berpijak pada dua kaki. Kesimpulan ini sesuai dengan pernyataan Henry Kissinger dalam Mearsheimer dan Walt yang mengatakan "Kekuatan Israel tidak mencegah penyebaran komunisme di dunia Arab. Fungsinya cuma mempertahankan kelangsungan hidup Israel."

2. Sekutu dalam menumpas teroris

Editorial Team

Tonton lebih seru di