Menkum HAM Menolak Anulir Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis Bali

AJI langsung mengupayakan tindakan hukum lain

Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly, mengatakan pemerintah secara tegas menolak untuk meninjau kembali Keputusan Presiden (Keppres) nomor 29 tahun 2018 mengenai pemberian remisi perubahan dari penjara seumur hidup menjadi hukuman sementara.

Pernyataan Menteri politisi PDI Perjuangan itu terkait putusan remisi bagi terpidana pembunuh I Nyoman Susrama.

Di dalam persidangan yang digelar pada 2010 lalu di Pengadilan Negeri Denpasar, Susrama divonis seumur hidup oleh majelis hakim. Hukuman itu dinilai pantas, karena ia telah melakukan pembunuhan berencana terhadap jurnalis Radar Bali, AA Narendra Prabangsa pada Februari 2009 lalu.

Namun tahun ini Susrama mendapat keringanan hukuman yakni dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Hal itu mendapatkan protes dari organisasi jurnalis dan kelompok masyarakat sipil. Mereka mendesak agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo menganulir remisi tersebut.

Menkum HAM justru memberi rekomendasi yang berbeda. Yasonna menjelaskan sebelum diberikan remisi, Susrama sudah melakukan penilaian Tim Pengamatan Pemasyarakatan (TPP). Kemudian penilaian TPP tingkat lapas tersebut disampaikan ke Kanwil Kemenkum HAM.

"Bukan, itu prosedur normal. Itu sudah selesai (Putusan soal remisi)," kata Yasonna siang tadi.

Lalu apa yang akan dilakukan oleh organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) seandainya pemerintah bersikukuh tidak ingin menganulir Keppres tersebut?

1. Menkum HAM menyebut pemberian remisi bukan ingin mengistimewakan terpidana

Menkum HAM Menolak Anulir Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis BaliIDN times/Sukma Shakti

Yasonna menjelaskan pemberian remisi bagi I Nyoman Susrama sudah melalui proses yang panjang. Setelah diusulkan dari lembaga pemasyarakatan, lalu dinilai oleh TPP, dan diajukan ke Kanwil Kemenkum HAM, prosesnya belumlah usai.

Dari sana, usulan lalu disampaikan ke Dirjen Pemasyarakatan. Di tingkat dirjen, lalu dibentuk kembali TPP untuk melakukan penilaian. Oleh sebab itu, pemberian remisi bagi Susrama bukan berarti pemerintah telah mengistimewakan terpidana yang bersangkutan. 

"Itu bukan hal khusus. Kenapa? Karena bersama Beliau ada ratusan orang yang sudah diajukan. Bukan hanya dia. Tidak ada urusannya dengan Presiden. Itu sudah umum dan presiden-presidennya melakukan hal yang sama," ujar Yasonna.

Baca Juga: Jurnalis Bali Tuntut Soal Remisi Susrama, Kemenkumham: Kami Pelaksana

2. I Nyoman Susrama tetap akan menjalani hukuman selama 30 tahun

Menkum HAM Menolak Anulir Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis BaliIlustrasi narapidana. (IDN Times/Sukma Shakti)

Yasonna mengatakan walaupun hukuman Susrama dibuat lebih ringan, bukan berarti yang bersangkutan bisa hidup lebih nyaman. Sebab masih ada sisa hukuman 20 tahun lagi yang harus ia jalani di dalam bui. Sehingga total masa hukuman yang harus dijalani mencapai 30 tahun.

Saat ini Susrama sudah berusia 60 tahun. Apabila ia menjalani sisa hukumannya, maka saat keluar dari bui, Susrama sudah berusia 90 tahun.

"Jadi (Usianya) 90 tahun. Syukur-syukur dia masih hidup," kata Yasonna.

Ia turut mengimbau kepada publik, agar pemberian remisi ini tidak dijadikan isu politik. Apalagi kebijakan tersebut tidak dianggap sebagai bagian dari melanggar kebebasan pers.

3. AJI akan membujuk keluarga korban agar melayangkan gugatan keppres ke PTUN

Menkum HAM Menolak Anulir Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis BaliPixabay.com/succo

Menurut beberapa organisasi pers seperti Alianis Jurnalis Independen (AJI), Keppres nomor 29 tahun 2018 tentang pemberian remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara telah melukai perasaan pers.

"Karena orang yang melakukan pembunuhan secara keji terhadap wartawan, malah mendapatkan pembebasan, mendapatkan pengurangan hukuman," ujar Ketua Umum AJI, Abdul Manan di Taman Aspirasi, Jakarta, Jumat (25/1) lalu.

Ia dan beberapa rekannya berencana menggugat Keppres nomor 29 tahun 2018. Menurut Abdul, AJI akan membujuk keluarga Prabangsa agar melayangkan tuntutan itu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Sejauh ini, kata Abdul, pihak keluarga sudah memberikan sinyal positif dan akan melayangkan tuntutan ke PTUN.

"Teman-teman di Denpasar sudah berkomunikasi dan memberikan sinyal cukup baik," kata dia.

4. I Nyoman Susrama sudah melakukan pembunuhan berencana

Menkum HAM Menolak Anulir Remisi Bagi Pembunuh Jurnalis BaliDemo pemberian remisi bagi terpidana pembunuh jurnalis Radar Bali. (IDN Times/Imam Rosidin)

Sekadar diketahui, Susrama terbukti di pengadilan melakukan pembunuhan terhadap Prabangsa di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli tanggal 11 Februari 2009 lalu.

Pembunuhan ini bermula dari pemberitaan yang ditulis Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelum peristiwa pembunuhan tersebut. Berita itu terkait dugaan korupsi yang melibatkan Susrama. Kasus korupsi yang ditulis Prabangsa yakni proyek-proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.

Bahkan di ruang sidang, kasus korupsi itu juga terbukti. Sedangkan berdasarkan hasil penyidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan membuktikan, bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan tersebut. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, tanggal 11 Februari 2009 silam.

Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa.

Dalam keadaan bernyawa, Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Karangasem lima hari kemudian, tepatnya tanggal 16 Februari 2009.

Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah satu dari sekian banyak kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi di Indonesia. Namun demikian, kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang diusut secara tuntas.

Kasusnya bisa diproses secara hukum dan para pelakunya dijatuhi hukuman pidana penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 15 Februari 2010, majelis hakim menghukum Susrama dengan berupa penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa hukuman pidana mati sesuai Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam putusan tersebut juga turut menjerat delapan orang lainnya yang ikut terlibat, dengan hukuman dari 5 sampai 20 tahun penjara. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil.

Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa pada April 2010. Putusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi pada 24 September 2010.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya