Berkaca Kasus Akidi Tio, Ada Unsur Kesengajaan Mempermalukan Polisi

Ini ahli pidana Universitas Dwijendra yang berpendapat

Denpasar, IDN Times – Keluarga Akidi Tio asal Palembang, Sumatra Selatan akhir-akhir ini ramai diperbincangkan karena disebut nge-prank Lembaga Negara, yaitu kepolisian. Mereka menyerahkan dana hibah fiktif sebesar Rp2 triliun ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel, Senin (26/7/2021) lalu.

Hal itu berujung pada penetapan status tersangka anak bungsu Akidi Tio yang bernama Heriyanti. Ia ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan melanggar Pasal 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, pada Senin (2/8/2021). Heriyanti diperiksa selama sembilan jam oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatra Selatan. Setelah memberikan keterangan, ia diantar kembali ke kediamannya.

Penetapan status tersangka tiba-tiba diralat dua jam setelahnya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sumsel Kombes Pol Supriyadi, bersama Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes Pol Hisar Siallagan, membantah pernyataan penetapan status tersangka yang sebelumnya disampaikan oleh Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Sumsel Kombes Pol Ratno Kuncoro, bersama Gubernur Sumsel Herman Deru. Status tersangka berubah menjadi bukan tersangka. Ia hanya wajib lapor. Berita selengkapnya bisa kamu baca di sini.

Belajar dari kasus tersebut, IDN Times menghubungi Ahli Hukum Pidana dari Universitas Dwijendra, Made Wahyu Chandra Satriana, pada Senin (9/8/2021). Berikut ini penjelasannya.

Baca Juga: Siti Mirza Ragu Berbisnis dengan Heriyanti, Nama Akidi Tio Dihormati

1. Seharusnya kepolisian menggunakan Asas Praduga Bersalah

Berkaca Kasus Akidi Tio, Ada Unsur Kesengajaan Mempermalukan PolisiPolda Sumatera Selatan mendapat bantuan dana penanggulangan COVID-19 sebesar Rp2 triliun. Bantuan itu diberikan oleh keluarga almarhum Akidi Tio. (Dok. Humas Polri)

Made Wahyu menyampaikan, jika melihat besaran jumlah dana hibah tersebut, pihak kepolisian seharusnya sejak awal menerapkan Asas Praduga Bersalah (Kebalikan dari Asas Praduga Tak Bersalah). Mengingat latar belakang keluarga Akidi Tio tidak pernah terdengar sejarahnya.

“Kalau opini saya, seharusnya pihak Kapolda saat diinformasikan ada warga yang akan menyumbang dana sebesar Rp2 triliun untuk penanganan COVID-19, melakukan kroscek ke pihak bank yang dimaksud. Bank tempat dana Rp2 triliun disimpan Akidi Tio. Karena dana itu kan jumlahnya sangat fantastis, yang rencananya disumbangkan oleh keluarga pengusaha. Ada praduga yang seharusnya muncul sebagai aparat kepolisian yang biasa menangani kejahatan yaitu Asas Praduga Bersalah, kebalikan dari Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of innosense),” ungkapnya.

Baca Juga: Kasus Rp2 Triliun Akidi Tio Berlanjut, Kejiwaan Heriyanti Diperiksa

2. Jumlah uang yang disumbang sangat fantastis

Berkaca Kasus Akidi Tio, Ada Unsur Kesengajaan Mempermalukan PolisiIlustrasi Uang Rupiah (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Made Wahyu melanjutkan, tidak ada catatan sejarah keluarga Akidi Tio yang menyebutkan mereka sebagai orang dermawan dan suka membagi-bagikan uang kepada orang kurang mampu. Ia menilainya sangat aneh apabila tiba-tiba keluarga tersebut mendadak menyumbang uang yang jumlahnya fantastis.

“Menurut saya, kenapa Praduga Bersalah itu muncul? Karena rencana uang yang akan disumbang sangat fantastis jumlahnya. Sedangkan keluarga Akidi Tio sama sekali tidak pernah terdengar sejarahnya sebagai keluarga yang dermawan,” lanjutnya.

3. Ada unsur kesengajaan untuk mempermalukan lembaga kepolisian

Berkaca Kasus Akidi Tio, Ada Unsur Kesengajaan Mempermalukan Polisiilustrasi polisi (IDN Times/Sunariyah)

Ditanya terkait kemungkinan pertimbangan hukum yang digunakan pihak kepolisian sehingga Heriyanti tidak ditahan dan hanya wajib lapor, Made Wahyu menilai ada kemungkinan unsur-unsur kesengajaan untuk mempermalukan pihak kepolisian. Termasuk membuat kisruh di masyarakat atau rencana lain yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana.

“Terkait tindakan polisi yang mengenakan wajib lapor, atau tahanan rumah/tahanan kota kepada keluarga Akidi Tio, menurut saya itu sebagai tindakan diskresi kepolisian untuk mengembangkan kasus rencana sumbangan Rp2 triliun kepada pihak Kapolda. Kemungkinan dalam proses pengembangan yang dilakukan oleh Penyidik, ditemukan unsur-unsur tindak pidana di dalam rencana tersebut,” ungkapnya.

Baca Juga: INFO: Korban Pelecehan Sebaiknya Ikut Peradilan Semu Sebelum Bersaksi

4. Jenis-jenis penahanan menurut Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Berkaca Kasus Akidi Tio, Ada Unsur Kesengajaan Mempermalukan PolisiIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Untuk diketahui, Pasal 22 KUHAP menjelaskan tiga macam jenis penahanan yaitu penahanan rumah tahanan Negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. Berikut ini penjelasannya:

  • Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan
  • Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan

Masa penangkapan dan/atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan kota, pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan. Sedangkan untuk penahanan rumah, sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya