Denpasar, IDN Times - Ekspor produk Bali bergantung pada kualitas sebagai hulunya. Awal Juli 2025 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat penurunan ekspor komoditas dari Bali. Selain ekspor, impor komoditas di Bali juga menurun. Meskipun sama-sama mengalami penurunan, nilai ekspor di Bali masih lebih tinggi dibandingkan nilai impor.
“Tapi kalau dibandingkan ekspor dengan impor, nilai ekspor kita jauh lebih tinggi. Sehingga surplus pada neraca perdagangan,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan, pada 1 Juli 2025 lalu.
Kali ini, IDN Times memotret fluktuasi produksi komoditas andalan ekspor di Bali, yaitu kopi (robusta dan arabika), vanili, dan kakao. Catatan angka produksi selama 10 tahun sejak 2014 hingga 2024 ini berdasarkan pendataan BPS Provinsi Bali. Mengapa hanya memilih tiga komoditas itu saja? Penentuan itu berangkat dari pernyataan Kepala Dinas (Kadis) Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanatha, bahwa Bali hanya memiliki laboratorium pengecekan kualitas dan sertifikasi produk ekspor dari Bali terhadap kopi, vanili, dan kakao saja. Sementara, uji sertifikasi produk ekspor lainnya harus ke laboratorium di Pulau Jawa.
Sekarang, berapa banyak sih jumlah produksi kopi, vanili, dan kakao di Bali 10 tahun terakhir? Berikut ini data fluktuasi dan beberapa penyebab penurunan produksi selengkapnya.