Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
AA Ngurah Alit Setyawan Wiarthanaya. (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Denpasar, IDNTimes -  Pandemik COVID-19 membuat banyak pengusaha di Bali mengalami pukulan keras, terlebih sejak diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Dampak yang cukup signifikan terlihat jelas di pusat-pusat pariwisata seperti Kuta, Nusa Dua, Ubud, Jimbaran, dan beberapa daerah lainnya.

Lalu bagaimana dengan Kota Denpasar? Apakah perekonomiannya masih bisa bergeliat atau anjlok? Berikut penuturan seorang pengusaha muda di Denpasar, AA Ngurah Alit Setyawan Wiarthanaya, yang ternyata justru berani mulai membuka usahanya di masa pandemik ini.

1. Belajar dari pengalaman membuka angkringan dan berjualan online

Usaha angkringan yang pernah dijalankan Alit di Denpasar. (Dok.IDN Times/Ngurah Alit Setyawan)

Pemuda asal Denpasar kelahiran 25 Mei 2020 ini membuka usahanya, Guntur Kitchen, pada April 2021. Alit bahkan memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan studi dan memilih fokus menjalankan bisnis.

"Nah persiapannya ini yang tidak banyak orang yang tahu. Dua tahun saya persiapkan ini," tuturnya saat ditemui IDN Times pada Kamis (6/8/2021).  

Alit membuka usahanya walau masih dalam kondisi pandemik, karena ia yakin akan tetap bisa berkembang. Dari pengalaman sebelumnya berbisnis kecil-kecilan, yakni berjualan online pada 2019, ia mulai bisa melihat peluang pasar dan lebih memastikan, kalangan mana yang akan menjadi pelanggannya. Sebelumnya Alit juga sempat membuka usaha angkringan nasi jinggo di pusat keramaian daerah Denpasar.

"Kualitas kontrolnya langsung dari saya dan setiap hari saya ke sini. Kualitas tidak pernah failed (gagal). Saya sebelumnya juga coba-coba dan memang suka ke restoran-restoran lain," tuturnya.

Dalam menjalankan bisnisnya, menurut Alit hal yang paling penting adalah kenyamanan dan harga.

"Dalam masa pandemik ini memang terasa banget susahnya, apalagi berjuang dari awal. Jadi saya berusaha agar bagaimana siapapun bisa ke sini. Saya tekan sekali harganya."

Awalnya Alit memang menargetkan untuk pasar anak muda yang suka kopi. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata pengunjung yang datang juga dari kalangan keluarga. Karenanya ia harus kembali memutar otak dan melakukan penyesuaian. Satu di antaranya melakukan perubahan pada menu.

"PPKM Darurat ini efeknya parah. Walaupun kita buka, tapi masih banyak yang takut. Jadi membangun kepercayaan masyarakat ini yang susah. Apalagi saat harus tutup jam 20.00 Wita, sedikit sekali dapat jualan," ungkapnya. Para pelanggan cateringnya juga banyak yang melakukan pembatalan sehingga semakin terasa merosotnya pendapatan. 

Nah saya pernah melihat dagang nasi Be Guling yang lokasinya sampai di pelosok tapi tetap dicari-cari orang. Itu karena kualitas. Sama juga, sekarang untuk tempat, pasti banyak juga yang bagus. Jadi yang tetap saya jaga di sini adalah kualitas."

2. Perlu untuk selalu mencari cara-cara baru agar bisa bertahan dan berkembang

Editorial Team

Tonton lebih seru di