Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi petani perempuan. (IDN Times/Yuko Utami)
Ilustrasi petani perempuan. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat adanya penurunan nilai tukar petani pada Mei 2025. Kepala BPS Provinsi Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan, mengatakan penurunan itu disebabkan oleh penurunan pada sejumlah komponen nilai tukar.

Komponen itu di antaranya libur Hari Raya Idul Fitri dan Paskah pada April 2025 lalu. Sementara Mei 2025, terjadi musim panen raya cabai rawit di sejumlah daerah sehingga pasokan cabai melimpah. Selain cabai, pasokan bawang juga berlimpah karena musim panen di pemasok seperti Brebes, Jawa Tengah; dan Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Penurunan harga ini membuat stok dua komoditas petani itu berlimpah. Sehingga harganya mengalami penurunan alias nilai tukar petani menurun. Lalu bagaimana kondisi selengkapnya terkait perekonomian di Bali? Baca selengkapnya di bawah ini.

1. Komoditas yang dihasilkan petani mengalami penurunan

Ilustrasi cabai rawit merah. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Komponen penyusun komoditas pertanian yang menurun berakibat turunnya nilai tukar petani. Penurunan nilai tukar ini semakin dalam karena adanya panen raya, tapi tidak dapat terserap dengan maksimal. Sehingga petani di Bali mengalami penurunan nilai tukar yang mendalam karena penyerapan yang semestinya didapat dari konsumsi rumah tangga maupun rumah makan, tidak maksimal.

“Jadi penurunan itu disebabkan sebenarnya dua komponen penyusunnya itu turun, baik itu harga barang-barang yang dibayarkan dan diterima,” kata Agus di Kantor BPS Provinsi Bali, pada Senin (2/6/2025).

2. BPS Bali mencatat adanya deflasi

Ilustrasi transaksi ekonomi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kondisi perekonomian di Bali secara umum mengalami deflasi sebesar 0,47 persen. Catatan deflasi ini karena adanya penurunan pada barang dan jasa. Penurunan ini terjadi karena lonjakan permintaan pada April 2025 lalu tidak sebanding dengan Mei 2025.

“Selain permintaan yang normal, supply (persediaan) untuk beberapa komoditas juga terlihat bertambah karena ada panen raya,” kata Agus. 

Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian, I Wayan Ekadina, menjelaskan pendataan dari BPS Provinsi Bali sebagai sarana menentukan kebijakan dan strategi perekonomian Bali.

“Misalnya adanya deflasi, inflasi, apa yang harus kita lakukan, adanya peningkatan kunjungan, adanya penurunan jumlah kunjungan termasuk hunian hotel,” kata Ekadina saat diwawancarai di Kantor BPS Provinsi Bali.

3. Nilai ekspor di Bali relatif positif

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Menilik nilai ekspor di Bali tahun 2025, Agus mengungkapkan nilainya relatif positif, yaitu sebesar 196,23 juta dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun dinilai positif, Agus membandingkan dengan periode sebelumnya, bahwa ekspor tahun ini mengalami penurunan 10,07 persen.

Penurunan nilai ekspor diikuti oleh penurunan nilai impor. Sehingga nilai keuntungan yang didapatkan Bali tergolong tinggi, yaitu surplus sekitar 100 juta dolar AS lebih. Agus bersyukur barang impor di Bali lebih banyak untuk kebutuhan produksi, bukan konsumsi. 

“Nilai komoditas dominan impor itu adalah bahan baku penolong. Artinya, itu barang-barang yang nantinya bakal digunakan sebagai bahan baku untuk berproduksi di Bali. Mudah-mudahan itu bisa menggerakkan perekonomian Bali lebih kencang lagi,” ujar Agus.

Editorial Team