Menimbang Baik Buruk NFT, Cara Singkat untuk Kaya Raya?

Denpasar, IDN Times - Belakangan ini Non-Fungible Token (NFT) menjadi pembicaraan hangat di ruang publik. Terutama ketika foto selfie unik Ghozali Everyday, dibeli dengan harga puluhan juta Rupiah. Ghozali (22) menjualnya ke beberapa platform sejak tahun 2017 sampai 2021.
Mahasiswa Jurusan Animasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang itu disebut-sebut kaya mendadak berkat NFT. Dalam tiga hari Ghozali mampu meraup cuan dari total keseluruhan jual beli mencapai Rp12 miliar. Namun, dari hasil penjualan itu ia hanya mengantongi Rp1,5 miliar.
Dari fenomena Ghozali Everyday, tidak sedikit yang mengira bahwa NFT merupakan cara singkat untuk menjadi kaya raya hanya dengan menjual aset-aset digital yang simpel. Orang-orang mulai mencoba peruntungan dan berusaha mengikuti jejak Ghozali. Mereka menawarkan sesuatu melalui laman OpenSea, satu di antara pasar terbuka dan terbesar yang menjadi wadah untuk menawarkan NFT. Sederhananya, NFT adalah barang digital yang diperjualbelikan menggunakan teknologi blockchain.
Apabila seseorang ingin membeli aset unik digital ini, mereka harus menggunakan mata uang kripto sebagai sistem pertukarannya seperti EtherZero (ETZ), Tezoz (XTZ), Ethereum (ETH), dan Bitcoin (BTC). Hampir mirip dengan cryptocurrency, NFT dijual dan dibeli di platform khusus di antaranya OpenSea, Rarible, Mintable, hingga SuperRare. Pembeli kemudian memperoleh sertifikat kepemilikan NFT yang terdaftar di blockchain. Sertifikat tersimpan dalam dompet digital, namun bisa juga berwujud kode yang dicetak pada selembar kertas.
Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Prof Zainal Arifin Hasibuan PhD, mengatakan yang perlu dipahami soal fenomena NFT Ghozali ini adalah apa yang dia jual dan di mana dia berjualan.
"Inilah yang dinamakan metaverse. Alam semesta kita ini dipindahkan ke alam maya. Ada pasar di dunia nyata ada pasar dunia maya. Apa pesannya di sini? Ide. Ide yang perlu dikembangkan, apa yang perlu dibisniskan," ungkapnya pada Webinar Peluang NFT dalam Bisnis Kreatif yang diselenggarakan Udinus, Rabu (19/1/2022).
Bagaimana anak-anak muda di Tanah Air menanggapi fenomena ini? Berikut liputan khusus 13 regional IDN Times yang tersebar di beberapa daerah Indonesia, menimbang baik buruk NFT. Benarkah bisa seketika membuat seseorang menjadi kaya raya?
1. Membangun jaringan dan komunitas lebih berharga daripada sekadar bikin karya dan jual
Pengalaman dalam menggunakan NFT ini dibagikan oleh Bima (25) dan Gilang (24), dua orang millennials di Kota Surabaya. Bukan sekadar mencari cuan, Bima dan Gilang memanfaatkan NFT untuk mendapat komunitas serta kepuasan pribadi.
Bima mulai terjun ke dunia NFT sejak Oktober 2021, bahkan sebelum Ghozali menjadi tenar. Pekerjaannya sebagai ilustrator membuat Bima banyak terpapar dengan dunia NFT. NFT kini menjadi bagian wadah para seniman untuk menjual karya-karya mereka di dunia blockchain.
"Main NFT sejak Oktober tahun lalu, soalnya penasaran. Dulu belum tahu itu NFT, cuma tren aja atau memang cara baru jualan karya gitu," ujar Bima, Sabtu (22/1/2022).
Bagi Bima, NFT bukan cuma perkara jualan karya saja. Laki-laki yang sudah memiliki 11 aset NFT ini bisa melebarkan jaringannya sebagai seorang ilustrator. Ia mengenal para pelaku industri kreatif lainnya yang juga aktif di dunia NFT.
"Selain dapat profit, aku jadi banyak kenal dengan pelaku NFT yang lain, membangun jaringan dan komunitas yang menurutku itu yang lebih berharga dari pada sekadar bikin karya dan jual," jelasnya.
Bima merasakan dampak negatif dari ramainya NFT ini. Semakin banyak orang yang mengunggah aset digital tanpa konsep, dan bahkan cenderung ngawur. Bagi Bima yang menikmati keindahan karya digital, hal ini cukup mengganggu.
Sementara Gilang memantapkan diri untuk mengunggah memenya yang viral ke platform NFT. Meme ini menunjukkan wajah Gilang yang disatukan dengan konsep film "Pengabdi Setan". Gilang memulai kiprahnya di NFT tepat setelah fenomena Ghozali Everyday.
"Aku pengin jadiin fotoku sebuah NFT karena yang pertama, sounds funny aja. Yang kedua, biar bisa sombong kalau yang screenshot fotoku yang beredar di internet itu gak originalnya, biar kayak GIF Nyan Cat. Ketiga, my personal gift aja, soalnya aku mint (Mengunggah) NFT-ku di hari ulang tahunku," tutur Gilang.
"Sekarang juga mulai banyak penipuan juga di market NFT. Istilahnya copyminter. Jadi mereka ambil karya orang terus di-upload ulang gitu," tutur Bima.
Meski bukan pelaku industri kreatif secara langsung, Gilang sudah pernah membeli atau mengoleksi aset-aset di NFT, bahkan sebelum dia mengunggah miliknya sendiri.
"Aku sedikit banyak paham konsepnya kenapa Ghozali Everyday bisa mahal. Bukan soal selfie-nya, tapi konsistensi dia selama beberapa tahun ambil gambar itu," sebut Gilang.