Ilustrasi tanaman cokelat (Dok.IDNTimes.istimewa)
Suparman menilai, potensi produksi cokelat di Kabupaten Tabanan sebenarnya cukup besar. Namun pada tahun 2000 mulai ada serangan hama maupun penyakit berupa penggerek buah kakao (PBK) dan busuk buah. Serangan hama ini mencapai puncaknya pada tahun 2012. Kala itu banyak petani cokelat memilih berhenti mengurus kebun, sehingga membuat produksinya menurun.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) kemudian gencar mendorong petani untuk kembali memproduksi, karena potensi harga jual cokelat yang meskipun turun, tidak sampai anjlok jauh. Upaya tersebut membuahkan hasil.
Sekarang, petani cokelat kembali bangkit. Apalagi dengan harga yang meningkat menyebabkan petani cokelat di Tabanan kembali bergairah memelihara tanaman. Mereka mulai melakukan pemupukan, penyemprotan, dan peremajaan tanaman.
Selain itu, mereka juga mulai mengolah biji cokelat dalam bentuk fermentasi dari sebelumnya dalam bentuk kualitas asalan (nonfermentasi).