Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali dan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), IGA Rai Suryawijaya. (IDN Times/Ayu Afria)
Kamu pasti sering membayangkan betapa asyiknya liburan di Bali. Bisa mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman khas Bali, menginap di hotel yang instagramable, menikmati deburan ombak pantai, dan lainnya. Tapi bayangan itu sirna untuk tahun ini. Wabah COVID-19 telah mengubah banyak Pulau Bali. Kondisinya benar-benar berbeda dari sebelumnya.
Meskipun pariwisata Bali pernah diguncang oleh tragedi Bom Bali beberapa tahun silam, namun kata Rai Suryawijaya, kondisi saat ini jauh lebih parah. Untuk pertama kalinya bisnis perhotelan di sektor pariwisata mengalami masa kelam.
“Kondisi perhotelan dan pariwisata Bali COVID-19 ini sangat terpuruk. Tidak pernah dalam sejarah perhotelan yang ada di Bali sampai tingkat huniannya zero (0 atau nol) okupansi. Jadi okupansinya nol. Ini sangat-sangat berat. Ini yang terjadi,” katanya.
Ketika tragedi Bom Bali, menurut Rai Suryawijaya, sektor perhotelan masih bisa running meskipun dengan single digit. Artinya masih dalam angka 9 persen okupansinya. Okupansinya juga mengalami penurunan selama tiga bulan. Namun masih banyak terbantu dari wisatawan domestik dan pangsa pasar Asia. Sehingga tingkat huniannya masih berkisar 20 persen. Tidak total off operasionalnya seperti sekarang ini.
“Ini kan total off. Tidak ada. Semua negara ban (Melarang)dan kita juga menutup untuk pencegahan dari COVID-19 ini. Kita juga menutup. Jadi tidak ada arrival. Jadi arrival yang hari ini dari internasional flight adalah dari PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang berasal dari Bali,” ungkapnya.
Meski demikian, ia mengakui tentu butuh kesolidan dari semua pihak untuk memprioritaskan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Terlebih dalam mengatasi pandemik COVID-19 supaya segera berakhir.