Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pelaku UMKM, Suarmi di The 2025 Asia Grassroots Forum (IDN Times/Ayu Afria)
Pelaku UMKM, Suarmi di The 2025 Asia Grassroots Forum (IDN Times/Ayu Afria)

Intinya sih...

  • Suarmi, penjaga eksistensi jamu tradisional asal Wonogiri, berjualan jamu di Bali selama 10 tahun.
  • Ia dijemput untuk mengikuti The 2025 Asia Grassroots Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, namun tidak sempat membuat beragam jamu yang dipamerkan.
  • Kenaikan harga bahan baku membuatnya harus berpikir keras agar tidak menaikkan harga jual jamunya karena konsumennya pasti akan berkurang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Badung, IDN Times - Seorang perempuan asal Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah menjadi penjaga eksistensi jamu tradisional di Bali. Selama 10 tahun, perempuan bernama Suarmi (52) itu berjualan berbagai jamu tradisional. Bermula dari keinginannya agar tidak menjadi beban keluarga, dia merantau ke Bali.

"Saya kerja di Jawa gak ada. Saya jualan cilok di Jawa. Saya usaha jamu biar bisa menghidupi anak-anak gitu. Keliling pakai motor Supra, ada gerobaknya," kata dia, Kamis (22/5/2025).

Suarmi berjualan jamu kunyit sirih, jahe, beras kencur, sambiloto, temulawak, kunyit asam dan sebagainya.

1. Tiga produk dipamerkan saat acara The 2025 Asia Grassroots Forum di Nusa Dua

Ilustrasi Hari Jamu Nasional (unsplash.com/@fauzanazhima)

Pada Kamis (22/5/2025) sekitar pukul 02.00 Wita, ia dijemput dari Kabupaten Tabanan oleh Tim Amartha untuk mengikuti The 2025 Asia Grassroots Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung. Ia tidak sempat membuat beragam jamu untuk dipamerkan di stan produk karena keterbatasan waktu.

"Jamu saya diborong ke sini. Mintanya kunyit, beras kencur sama jahe. Aku bikin itu aja," terangnya.

Ia berkeliling wilayah Tabanan untuk memasarkan produk jamunya. Biasanya ia berjualan mulai pukul 07.00 Wita hingga 11.30 Wita.

2. Penjual jamu terkendala harga bahan baku

Bahan baku jamu (IDN Times/Ayu Afria)

Dalam pembuatan jamu, Suarmi bekerja sendiri, tanpa asisten. Di Bali, dia memang tinggal sendiri. Untuk membuat jamu tradisional tersebut, Suarmi membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Ia tidak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku yang digunakan. Sebab bahannya banyak tersedia di pasaran, tapi harga bahan-bahan tersebut saat ini semakin mahal.

"Sekarang kan mahalan kunyitnya, gak kayak dulu dapat Rp4 ribu, Rp5 ribu per kilo. Sekarang Rp12 ribu kunyit. Satu kilo mahal," ungkapnya.

Kendala kenaikan harga bahan baku tersebut membuatnya harus berpikir keras, karena tidak mungkin baginya menaikkan harga jamu per gelas atau per botolnya. Hal tersebut ia sampaikan karena konsumennya pasti akan berkurang. Pada hari biasanya saja, ia menawarkan jamu dengan harga Rp3 ribu per gelas, dan Rp6 ribu untuk satu botol kemasan tanggung ukuran 500 ml.

"Tiga puluh botol yang 1,5 liter itu. Habis sehari," terangnya.

3. Amartha membantunya mendapatkan modal usaha

The 2025 Asia Grassroots Forum (IDN Times/Ayu Afria)

Dia pun bergabung dengan Amartha, sejak dua tahunan ini. Awalnya ia mengenal Amartha dari kelompok-kelompok yang menawarkan modal pinjaman. Kemudian ia ikut mengajukan pinjaman sekitar Rp5 juta, yang pembayarannya dicicil per minggu. Solusi keuangan ini ia akui mempermudah mendapatkan modal usaha dan tidak memberatkan.

"Kan mereka datang mencari nasabah. Kan kelompok-kelompok, nasabah kelompok itu lho. Jadinya Kan aku ikut pinjam buat modal. Suami kan sudah meninggal. Anak-anak di Jawa semua," terangnya.

Editorial Team