Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi Bencana

Mereka selalu dihadapi dengan kemungkinan erupsi gunung api

Karangasem, IDN Times - Pulau Bali selama ini berada dalam lintas jalur cincin api pasifik. Walau Bali termasuk pulau yang kecil, namun memiliki dua gunung api aktif yakni Gunung Agung yang terletak di Kabupaten Karangasem serta Gunung Batur yang berlokasi di Kabupaten Bangli. Keberadaan dua gunung tersebut bagi masyarakat Bali sangatlah penting. Mulai dari kepentingan ekonomi, budaya, dan tentunya religius. 

Dua Gunung Api tersebut memberikan berbagai berkah bagi masyarakat di sekitarnya. Mulai dari tanah yang subur, pemandangan indah, serta sumber daya mineral yang menjadi penopang hidup warga di sekitar gunung berapi. 

Namun berapa gunung api ini bisa menjadi “bom waktu”, yang sangat berpotensi menimbulkan bencana bagi masyarakat di sekitarnya jika meletus. Karenanya, penting bagi masyarakat sekitarnya untuk “bersahabat” dengan gunung api, yakni dengan mulai memperhitungkan mitigasi bencana yang diakibatkan dari gunung berapi.

Misalnya dengan memerhatikan tata ruang dalam kawasan rawan bencana gunung api. Namun jika sulit dilakukan, setidaknya memperkuat pengetahuan masyarakat tentang potensi bencana gunung api.

Baca Juga: 10 Potret Keindahan Gunung Batur, Gunung Berapi Purba di Pulau Dewata 

1. Fendi sempat mengungsi bersama keluarga saat Gunung Agung meletus pada 2017 silam

Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi BencanaANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

Gusti Fendi, merupakan warga asal Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Kediamannya berada di kaki Gunung Agung, atau sekitar 5 kilometer dari Puncak Gunung Agung. Ia pun masih ingat betul bagaimana harus berjuang mengungsi bersama keluarganya saat Gunung Agung erupsi pada tahun 2017 silam. Desa Besakih pada saat itu masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

“Kami selama ini memang selalu waspada. Apalagi dengan situasi gunung api yang memang tidak bisa diprediksi. Namun tetap beraktivitas seperti biasanya, karena memang kampung halaman di Besakih tentu tidak bisa ditinggalkan begitu saja,” ujar Fendi, Kamis (8/12/2022).

Ia pun sangat bersyukur erupsi Gunung Agung pada tahun 2017 lalu tidak sedasyat pada saat erupsi tahun 1963. Sehingga tidak menimbulkan kerusakan berarti di desanya. 

Meskipun demikian, ia dan keluarganya pada saat itu harus pengungsi sampai ke Kota Semarapura di Kabupaten Klungkung untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Sekarang kondisi Gunung Agung sudah normal. Pada intinya bagi kami yang tinggal berdampingan dengan Gunung Agung, tetap beraktivitas seperti biasa. Sembari tetap mengikuti arahan dari pemerintah jika sewaktu-waktu Gunung Agung kembali aktif," terang Fendi.

2. Tidak ada pilihan lain selain tetap waspada

Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi BencanaGunung Batur di Kabupaten Bangli. (IDN Times/Ni Ketut Sudiani))

Hal serupa diungkapkan Gede Mujayasa (24), warga yang tinggal di Kawasan Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Kampung halamannya juga tidak jauh dari Gunung Batur. Ia mengatakan Gunung Batur terakhir meletus pada tahun 2000 silam.

"Sebenarnya khawatir juga tinggal berdampingan dengan gunung api. Terakhir meletus Gunung Batur pada tahun 2000 silam, tapi dampaknya tidak signifikan. Saat itu saya masih kecil, katanya sih hanya di sekitar puncak yang merasakan," ungkap Gede Mujayasa.

Dari penuturan tetua di desanya, Gunung Batur terakhir meletus dasyat pada tahun 1926 yang membuat masyarakat memindahkan Desa Batur.

"Dulu informasi tetua desa itu di bawah di kaki Gunung Batur, dan pindah agak menjauh setelah meletus tertimbun material letusan" ungkapnya.

Walau tinggal di dekat Gunung Batur, tidak ada pilihan lain bagi Mujayana untuk selalu waspada.

"Sekarang kan informsi sudah canggih. Jadi kalau sudah ada tanda-tanda gunung akan meletus pasti ada imbauan dari pemerintah. Jadi mitigasinya sudah ada pasti," ungkapnya.

3. Bencana longsor saat hujan lebih sering terjadi di kawasan pegunungan

Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi BencanaPVMBG Kementerian ESDM

Bencana gunung api erupsi hanya terjadi pada periode waktu tertentu, biasa hitungan belasan, puluhan, bahkan sampai ratusan tahun. Namun justru bencana longsor lebih sering terjadi, khususnya di kawasan lereng Gunung Api.

"Pada musim hujan seperti saat ini, justru longsor yang menjadi ancaman serius," ujar Fendi.

Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana, Fendi mengaku selalu mengikuti segala informasi di WhatsApps (WA) grup desa. Segala informasi tentang mitigasi bencana, baik itu gunung api, longsor, dan lainnya biasanya selalu disampaikan di grup WA desa.

4. Rutin gelar upacara pakelem sebagai bentuk syukur dan terima kasih terhadap gunung

Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi BencanaGunung Agung. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)

Bagi masyarakat di Bali, gunung adalah tempat yang disucikan sehingga ritual-ritual adat rutin digelar untuk menghormati gunung. Misalnya saja di kawasan Besakih, yang menjadi tempat berdirinya pura terbesar di Bali. 

Upacara atau tradisi pakelem selalu digelar masyarakat di Besakih. Pakelem dilakukan dengan menghaturkan persembahan suci ke kawah gunung. Ini sebagai wujud syukur masyarakat karena selama ini Gunung Agung telah memberikan kehidupan kepada masyarakat sekitar.

"Biasanya ritual pakelem selalu digelar menjelang Upacara Betara Turun Kabeh, pada purnama ke dasa," ungkap Fendi.

Sama halnya dengan di Gunung Batur, juga rutin digelar ritual ngaturang pakelem sebagai wujud terima kasih dan memohon keselamatan terhadap Gunung Batur yang selama ini memberi kehidupan bagi masyarakat sekitar.

5. Perlunya wawasan mitigasi bencana bagi warga di sekitar Gunung Agung

Warga Sekitar Gunung Api di Bali: Kami Perlu Mitigasi BencanaIDN Times/Irma Yudistirani

Berkaca dari peristiwa erupsi Gunung Agung tahun 2017 lalu, menurut Fendi sangat penting adanya pelatihan mitigasi bencana secara berkesinambungan bagi warga yang tinggal di KRB Gunung Agung. Hal ini untuk menambah wawasan dan kesigapan masyarakat jika sewaktu-waktu ada peningkatan aktivitas Gunung Agung.

"Mitigasi bencana sangat penting, sehingga masyarakat bisa menambah wawasan tentang gunung berapi, tanda-tanda gunung berapi aktif, cara bergerak di saat adanya ancaman gunung api aktif ataupun musibah-musibah lainnya," harap Fendi.

Penambahan wawasan mitigasi bencana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi oleh berbagai pihak, mulai dari kelompok pecinta alam, LSM, dan kelompok masyarakat lainnya.

"Jika dirasa sulit menggeser tata letak infrastruktur di kawasan rawan bencana, setidaknya masyarakat bisa dibekali pengetahuan mitigasi bencana," harap Fendi. 

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya