Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor Merah

Napi rapor hijau diminta bantu program deradikalisasi

Klungkung, IDN Times - Tragedi bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, menyadarkan publik tentang pentingnya evaluasi terhadap program deradikalisasi yang selama ini telah dijalankan para narapidana kasus terorisme.

Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, diketahui bernama Agus Sudjadno, alias Agus Muslim, yang merupakan mantan narapidana terorisme dan sudah pernah menjalankan program deradikalisasi dengan rapor merah atau belum berubah.

Masyarakat Bali juga sempat dibuat resah dengan keputusan dibebaskan bersyarat salah satu pelaku Bom Bali 1, Umar Patek. Penyintas Bom Bali 1 masih trauma dengan peristiwa yang merenggut lebih dari 200 korban jiwa tersebut.

Seorang penyintas Bom Bali 1, Nyoman Ruspini, mengaku kecewa dengan keputusan dibebaskannya Umar Patek. Ia juga berharap program deradikalisasi terhadap Umar Patek, benar-benar dapat menjamin bahwa perbuatan serupa tak akan terulang lagi.

Baca Juga: Cegah Terorisme, Tabanan Aktifkan Pasukan Pengamanan Masyarakat

1. Penyintas Bom Bali 1 minta Umar Patek bantu program deradikalisasi sebagai bentuk tanggung jawab sosial

Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor MerahNapiter Umar Patek saat bertemu Kakanwil Kemenkumham Jatim dan Kalapas I Surabaya. Dok. Humas Kemenkumham Jatim.

Seorang penyitas Bom Bali 1, Nyoman Ruspini masih ingat betul bagaimana peristiwa Bom Bali 1 pada tahun 2002 silam benar-benar mengubah hidupnya. Akibat musibah itu, ia kehilangan kerabat. Saat itu, Ruspini dan kerabatnya kebetulan berada tidak jauh Sari Club Cafe di Legian, Kabupaten Badung.

Pascamusibah itu, Ruspini mengalami trauma berkepanjangan. Ia bahkan beberapa kali berobat ke psikiater untuk menyembuhkan psikologisnya. Begitu para pelaku tertangkap, ia mengaku benci dengan orang berpaham radikal. Bahkan ia sempat takut jika bertemu orang yang berjenggot panjang, karena menurutnya sangat identik dengan pelaku teror. 

“Jujur saya sempat sangat takut dengan pria berjenggot dan berpakaian ala-ala orang timur tengah seperti itu. Di pikiran saya itu identik dengan pelaku teror. Saya trauma berkepanjangan, sempat minum obat biar bisa sembuh,” jelas Ruspini, Rabu (14/12/2022).

Ia mengaku sempat kaget saat beberapa waktu lalu mendapat berita bahwa salah satu pelaku Bom Bali 1, Umar Patek dibebaskan bersyarat. Ia kecewa dengan keputusan itu.

“Jujur sangat kecewa dengan keputusan itu. Mungkin penyintas lainnya juga sama seperti saya,” ungkapnya.

Ia juga mendengar Umar Patek menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada para korban atau penyintas Bom Bali 1. Menanggapi permintaan maaf itu, di tengah rasa kecewa, Ruspini tetap memaafkan Umar Patek. Terutama saat dikatakan Umar Patek telah menjalani deradikalisasi dan kembali ke NKRI. 

“Saya sebagai umat Dharma, tidak ada alasan untuk tidak memaafkan. Agama saya mengajarkan seperti itu. Saya sebagai korban hanya berharap, apa yang diucapkan Umar Patek benar dari dalam hatinya,” ungkapnya.

Jika program deradikalisasi yang dijalankan Umar Patek berhasil membawanya kembali memiliki jiwa nasionalis, ia meminta Umar Patek bisa membantu pemerintah menjalankan program deradikalisasi ke para narapidana terorisme.

“Jika pada Umar Patek ini berhasil, Umar Patek mungkin bisa bantu pemerintah untuk menyadarkan napi teroris lainnya. Umar Patek ini kan dulu termasuk tokoh juga dalam jaringan teroris. Mungkin pengaruhnya bisa menyadarkan narapidana terorisme lainnya. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial Umar Patek dari perbuatannya tahun 2002 silam,” jelas Ruspini.

2. Penyitas Bom Bali 1 berharap juga program deradikalisasi dapat memutus rantai terorisme

Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor MerahIlustrasi Bom (Teroris) (IDN Times/Mardya Shakti)

Ruspini menilai para narapidana terorisme yang sudah mendapatkan rapor hijau, harus dilibatkan dalam program deradikalisasi. Jangan setelah dinyatakan rapor hijau, lalu dilepas begitu saja.

“Makanya jadi pertanyaan juga dengan kasus bom bunuh diri di Bandung beberapa waktu lalu. Katanya masih rapor merah, kok dilepas begitu saja. Walau masa tahanannya sudah selesai, harusnya program deradikalisasi harus tetap berlanjut agar bisa benar-benar sembuh. Bagi saya teroris ini orang sakit dengan paham radikalnya,” ujar Ruspini.

Menurutnya, lebih baik ada hukum di Indonesia dibuat khusus bagi narapidana terorisme. Misalnya selama narapidana terorisme belum mendapatkan rapor hijau dalam program deradikalisasi, atau masih berpaham radikal, sebaiknya narapidana itu tetap mendekam di penjara.

“Jika masih dipandang berpaham radikal, biarkan mendekam di penjara sambil terus dijalankan program deradikalisasi. Berisiko jika melepas yang masih rapor merah, seperti pelaku bom bunuh diri di Bandung,” ungkapnya.

Dengan melibatkan para mantan narapidana terorisme yang telah kembali ke NKRI ke program deradikalisasi ini, ia berharap dapat memutus rantai terorisme.

“Paham radikal ini harus dicari tahu akarnya, banyak di Facebook sosok yang diibaratkan pemuka agama justru memberikan paham-paham radikal. Ini juga harus ditindak tegas. Bila perlu tangkap juga, kasi program deradikalisasi,” tegasnya.

3. Tidak semua daerah memiliki narapidana terorisme

Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor MerahIlustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Narapidana terorisme tidak ditemukan di semua daerah, termasuk di Bali. Khususnya di Kabupaten Klungkung, sampai saat ini belum pernah ada tahanan narapidana terorisme. Karenanya, program deradikalisasi juga tidak dilakukan, baik itu di kepolisian ataupun di rumah tahanan.

“Di Rutan Klungkung belum pernah ada narapidana terorisme,” ujar Kepala Rutan Kelas II B Klungkung, I Made Supartana.

Sementara itu, Kesbangpol Klungkung, I Dewa Sueta Negara, mengungkapkan selama ini di Klungkung belum pernah dilakukan program deradikalisasi dan sejenisnya. Namun pengawasan dan antisipasi terhadap kemungkinan adanya gerakan-gerakan radikal terap dilakukan, melibatkan kerja sama lintas instansi.

Misalnya dengan koordinasi dan berbagi informasi bersama kepolisian, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya