Pekerja di Klungkung Khawatir Aturan PKWT

Masih ada perusahaan yang menggaji di bawah UMK

Klungkung, IDN Times - Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, pada akhir Maret 2023 lalu. Ini menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Faktanya, para pekerja di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, belum banyak yang memahami secara umum poin apa saja dari Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Namun ada beberapa poin yang menjadi sorotan para pekerja karena berisiko merugikan.

Berikut pendapat para pekerja di Kabupaten Klungkung terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu bisa jadi penghambat pengangkatan pegawai tetap

Pekerja di Klungkung Khawatir Aturan PKWTIlustrasi Perjanjian (IDN Times/Arief Rahmat)

Beberapa pekerja di Kabupaten Klungkung mengakui belum begitu memahami isi dari Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Tetapi ada hal yang menjadi perhatian mereka, yaitu tentang aturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 56 yang membahas tentang aturan PKWT. Hal ini dijabarkan kembali pada Pasal 59, yang isinya menjelaskan tentang aturan tersebut. Namun hal ini masih perlu dipertegas lagi, pekerjaaan apa yang masuk dalam aturan PKWT. Karena pasal ini bisa menjadi kesempatan perusahaan untuk tidak mengangkat pekerja sebagai pegawai tetap.

"Menurut saya perlu dirinci lagi pekerjaan apa saja yang termasuk aturan perjanjian kerja waktu tertentu. Karena ini menurut saya pasal karet, karena semua pekerjaan bisa saja dibuat menjadi pekerjaan kerja waktu tertentu," ungkap seorang pekerja swasta di Klungkung, Made Budiarta, Sabtu (29/4/2023).

Pasal 59 sebenarnya sudah menjabarkan tentang PKWT di antaranya pekerjaan yang sekali selesai atau yang sifatnya sementara, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlampau lama, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan, yang masih dalam penjajakan, atau pekerjaan yang jenis atau sifatnya tidak tetap.

Namun kriteria itu masih dianggap terlalu umum, dan bisa menjadi peluang perusahaan untuk tidak mengangkat pekerja sebagai pegawai tetap.

"Bisa saja perusahaan secara berkala membuat target baru, dan itu bisa dikatakan pekerjaan dengan kegiatan baru. Sehingga berpeluang seorang pekerja dikontrak bekerja sebagai pekerjaan waktu tertentu. Padahal jenis pekerjaannya tetap," jelas Budiarta.

Ia merinci misalnya seorang marketing bank. Jenis pekerjaannya tetap, yakni harus mencari nasabah. Tetapi perusahaan bisa secara berkala mengganti target, dan ini bisa saja diartikan sebagai kegiatan baru. Sehingga pekerja itu bisa dikontrak PKWT.

"Kalau seperti ini, pekerja yang saya contohkan tadi (marketing bank) jenis pekerjaannya kan tetap, tapi bisa dikontrak pekerjaan waktu tertentu. Ini yang merugikan pekerja, karena peluang diangkat sebagai pegawai tetap di perusahaan bisa kian kecil," ungkapnya.

Hal ini juga bisa berlaku dalam pekerjaan lainnya yang sebenarnya jenis pekerjaannya tetap, namun bisa terjerat aturan pekerjaan waktu tertentu.

"Makanya harus dipertegas lagi, jenis dari pekerjaan waktu tertentu itu. Misal saja pekerjaan infrastruktur, proyek tertentu yang memang benar-benar jelas ada kontrak lama pekerjaannya," ungkapnya.

2. Jenis pekerjaan outsourcing juga kembali harus dirinci

Pekerja di Klungkung Khawatir Aturan PKWTSalah satu tenaga outsourcing yang bekerja di lingkungan Pemkot Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Sementara itu pada Pasal 64 juga mengatur tentang alih daya atau outsourcing. Ketentuan ini mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Ahli daya ini untuk jenis pekerjaannya nanti akan ditetapkan oleh pemerintah.

Namun sekali lagi, pasal tersebut perlu dipertegas kembali. Pekerjaan apa saja yang ditetapkan oleh pemerintah boleh dilakukan outsourcing.

"Jangan seperti saya dulu. Jadi teller bank, statusnya outsourcing. Harus dipertegas lagi ke depan jenis pekerjaan apa yang outsourcing," jelas seorang pegawai swasta lainnya di Klungkung, Putu Arya Someita, Sabtu (29/4/2023).

Jika merujuk pada ketentuan bagi aparatur negara, outsourcing ini diperuntukkan tenaga keamanan, tenaga kebersihan, dan sopir.

"Intinya harus dipertegas lagi untuk swasta itu, jenis pekerjaan apa yang boleh outsourcing. Jangan sampai semua pekerjaan bisa outsourcing," terangnya.

3. Perketat pengawasan pemerintah terkait pengupahan

Pekerja di Klungkung Khawatir Aturan PKWTIlustrasi uang (IDN Times/Mela Hapsari)

Selain itu, aturan lain yang menyentuh langsung pekerja adalah Pasal 88 E yang mengatur tentang pemberian upah minimum kepada para pekerja. Pasal 88 E Ayat 2 menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Namun para pekerja meminta pemberlakuan pasal itu lebih diperketat.

Pengawasan pemerintah terkait pengupahan ini harus diperketat. Karena faktanya masih banyak pengusaha memberikan upah karyawannya di bawah upah minimum baik kabupaten ataupun provinsi.

Misalkan di Kabupaten Klungkung, beberapa perusahaan masih banyak yang memberikan gaji tak sesuai UMK. Contohnya pegawai swalayan di Kabupaten Klungkung berinisal Putu P (26). Ia menerima upah Rp2 juta per bulan. Padahal UMK Kabupaten Klungkung tahun 2023 sebesar Rp2.714.642.

"Kalau kita tidak mau upah segitu, ya diminta mengundurkan diri. Itu susahnya. Saya harap pemerintah lebih tegas lagilah," ungkap Putu P, Sabtu (29/4/2023).

Bahkan dalam lima tahun terakhir, belum ada saksi tegas dari pemerintah daerah untuk memberikan sanksi terhadap perusahaan yang memberikan upah karyawannya di bawah upah minimum.

"Pemerintahnya harus tegas, jangan tutup mata. Peraturan memang ada dilarang membayar upah di bawah upah minimun, tapi kenyataan di lapangan berbeda. Banyak yang bayar gaji di bawah UMR, apalagi UMKM," katanya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya