Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Nelayan di Pantai Kusamba Pusing, Kerap Merugi Karena Lumba-lumba

Aktivitas nelayan di Pantai Kusamba. (IDN Times/Wayan Antara)

Klungkung, IDNTimes - I Ketut Subrata (46), nelayan asal Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, sedang sibuk memperbaiki jaring yang setiap hari ia gunakan untuk melaut, Jumat (31/3/2023).

Tangannya begitu cekatan, menjarit jaringnya yang sudah robek di berbagai bagian. Sembari menjarit, Ketut Subrata mengeluhkan hasil tangkapan yang kini menurun drastis.

Penyebabnya, menurut dia, gerombolan lumba-lumba di perairan Kusamba. Mamalia laut itu, kata dia, kerap merusak jaring para nelayan.

Nelayan pun merasa berang, dengan kondisi tersebut. Meskipun lumba-lumba merupakan hewan yang dilindungi, namun bagi nelayan di perairan Kusamba, lumba-lumba itu hama.

1. Lumba-lumba kerap mencuri ikan hasil tangkapan nelayan

Aktivitas nelayan di Pantai Kusamba. (IDN Times/Wayan Antara)

Sebenarnya beberapa hari belakangan merupakan musim yang baik untuk melaut, menurut Ketut Subrata. Kondisi cuaca cukup mendukung, serta cukup banyak ikan di sekitar perairan Kusamba hingga Nusa Penida.

Namun ada hal lain yang kerap dikhawatirkan para nelayan setempat, yakni keberadaan gerombolan lumba-lumba yang kerap muncul di perairan Kusamba. “Kalau ada lumba-lumba, nelayan sering rugi melaut. Mereka mencuri hasil tangkapan nelayan dan merusak jaring juga,” ujar Ketut Subrata.

Menurutnya, lumba-lumba itu cerdik. Ketika nelayan mendapatkan hasil tangkapan, tiba-tiba lumba-lumba menerjang untuk memangsa ikan yang sudah dijaring. “Mereka (lumba-lumba) tidak mau repot-repot berburu, mereka tinggal curi ikan yang sudah berhasil ditangkap nelayan,” keluh Subrata. 

Kondisi itu kerap kali membuat nelayan merugi. Bukan hanya hasil tangkapan menjadi minim, jaring  juga menjadi rusak. “Bahkan tidak jarang kami sama sekali tidak mendapatkan hasil tangkapan karena lumba-lumba ini,” keluh Subrata.

2. Nelayan bisa keluarkan biaya tambahan sampai Rp300 ribu setiap memperbaiki jaring yang rusak

Aktivitas nelayan di Pantai Kusamba yang sedang perbaiki jaring karena dirusak lumba-lumba.. (IDN Times/Wayan Antara)

Jika diterjang lumba-lumba, sudah hampir dipastikan jaring para nelayan ini rusak.  “Lumba-lumba ini jadi momok bagi nelayan di pesisir Kusamba. Selain rugi bahan bakar untuk melaut, nelayan juga keluar biaya untuk perbaiki jaring,” kata nelayan lainnya di pesisir Kusamba bernama Nengah Simpen.

Untuk sekali memperbaiki jaring yang rusak, nelayan bisa mengeluarkan uang sampai Rp200 ribu sampai Rp300 ribu, tergantung dari kondisi kerusakan.

“Karena biaya cukup mahal, terkadang kami mencoba perbaiki sendiri. Sudah melaut hasilnya minim, biaya melaut juga lumayan untuk beli bensin dan perbaiki jaring,” ungkapnya.

Meskipun keberadaan lumba-lumba itu sangat merugikan, nelayan tidak berani memburunya. Mereka mengetahui bahwa lumba-lumba merupakann hewan yang dilindungi.

“Sekarang kami melautnya harus lihat situasi, jika gerombolan lumba-lumba menjauh dari perairan Kusamba, baru kami berani melaut,” ungkapnya.

3. Kenaikan harga BBM juga menghimpit nelayan

Aktivitas nelayan di Pantai Kusamba. (IDN Times/Wayan Antara)

Selain itu, nelayan juga menghadapi persoalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu karena membuat biaya untuk melaut semakin membengkak. Sebelum tahun 2022, nelayan di pesisir Kusamba masih bisa melaut dengan menggunakan bahan bakar Premium yang harganya relatif lebih murah.

Awal tahun 2022, pemerintah mulai mengurangi stok premium untuk beralih ke Pertalite yang harganya lebih mahal. Setelah beralih ke Pertalite, malah ada kenaikan harga BBM bersubsidi yang membuat para nelayan semakin berat.

“Dari awalnya sekali melaut mengeluarkan modal sekitar Rp50 ribu untuk sekali melaut, sekarang bisa lebih dari Rp100 ribu,” ungkapnya.

Sementara untuk hasil tangkapan yang didapat oleh nelayan tidak menentu. Jika ikan melimpah di laut dan tidak bertemu lumba-lumba, hasil tanggapan para nelayan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebaliknya, jika sampai bertemu gerombolan lumba-lumba, nelayan lebih memilih memarkir perahunya dari pada harus merugi saat melaut.

“Kalau di laut tidak banyak ikan tongkol, atau banyak lumba-lumba, mending kami santai di pesisir seperti ini. Kadang ambil kerjaan lain seperti jadi buruh bangunan atau buruh angkut barang yang akan disebrangkan ke Nusa Penida,” ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us