Makna Tradisi Ngelawang di Bali, Biasa Digelar Setelah Galungan

Harus tetap mengacu pada tatwa, susila, dan upacara

Klungkung, IDN Times - Setelah merayakan Hari Raya Galungan, beberapa sekaa (kelompok) anak-anak di Bali biasanya menggelar Tradisi Ngelawang. Dalam tradisi ini, sekaa anak-anak menarikan Barong Bangkung ke rumah-rumah di wilayah banjar atau desa adat mereka.

Seusai menari, biasanya pemilik rumah memberikan punia atau sumbangan kepada para penari dan penabuhnya. Tradisi ini biasanya dilaksanalan saat Umanis Galungan, sampai dengan Hari Raya Kuningan mendatang. Lalu apa makna dari Tradisi Ngelawang ini?

Baca Juga: Jelang Galungan Produsen Dodol di Klungkung Kesulitan Cari Bahan Baku 

1. Anak-anak akan menyambangi rumah-rumah untuk menarikan Barong Bangkung

Makna Tradisi Ngelawang di Bali, Biasa Digelar Setelah GalunganNgelawang yang dilakukan anak-anak di Klungkung (Dok.Adymix_Bali Chanel)

Tradisi Ngelawang biasanya ditunggu-tunggu oleh warga setelah merayakan Hari Raya Galungan. Anggota sekaa (kelompok) yang biasanya terdiri dari anak-anak, menyambangi rumah-rumah untuk membawakan Tarian Barong Bangkung itu. 

Beberapa anak bertugas menari, lengkap dengan atribut Barong Bangkung. Beberapa anak juga bertugas sebagai penabuh. Mereka berkeliling di lingkungan banjar ataupun desa adat, dan memberikan hiburan kepada warga dengan datang langsung ke rumah-rumah.

"Ngelawang sudah jadi tradisi sejak dulu. Biasanya menari Barong sama temen-temen di banjar," ujar seorang penari ngelawang asal Banjar Pande, Kabupaten Klungkung, Gede Adi, Kamis (9/6/2022) lalu.

Seusai Ngelawang, pemilik rumah biasanya menyerahkan punia atau sumbangan kepada para penari dan penabuhnya.

"Punia Ngelawang biasanya masuk ke kas sekaa untuk perawatan Barong dan sisanya dibagi ke anggota sekaa," ungkap Gede Adi.

Bagi Gede Adi, ngelawang tidak sekadar mencari punia, tapi untuk hobi dan merayakan Galungan bersama teman-temannya.

"Kadang juga tidak dapat punia, yang penting bisa bermain (ngelawang) bersama teman-teman," ungkap siswa kelas VII SMP ini.

Baca Juga: 10 Artis Merayakan Hari Galungan dan Kuningan 2022, Panjatkan Doa

2. Diyakini menetralisir pengaruh negatif di rumah-rumah

Makna Tradisi Ngelawang di Bali, Biasa Digelar Setelah GalunganNgelawang yang dilakukan anak-anak di Klungkung(IDN Times/Wayan Antara)

Ketua PHDI Klungkung, I Putu Suarta, mengungkapkan Ngelawang merupakan tradisi adat dan budaya Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu. Tradisi ini biasanya dilaksanakan setelah Hari Raya Galungan, yang diyakini bisa menetralisir pengaruh negatif di rumah-rumah warga yang dikunjungi.

"Tradisi ini diyakini menetralkan pengaruh-pengaruh negatif. Apalagi saat Galungan ini erat kaitannya dengan kemenangan Dharma atas Adharma," jelas Suarta.

Hanya saja pihaknya tidak menampik bahwa pada Tradisi Ngelawang ini sudah terjadi pergeseran. Beberapa tahun lalu, ada beberapa sekaa yang menjadi sorotan publik karena menggelar ngelawang di lampu lalu lintas.

Selain secara estetika tidak bagus, ini juga sangat membahayakan sekaa ngelawang maupun pengendara.

"Ngelawang sebaiknya kembali ke esensinya. Sekaa itu melakukan ngelawang di rumah-rumah warga di wilayah desa adat mereka," jelasnya.

3. Memiliki filosofi membuka pintu yakni membuka diri

Makna Tradisi Ngelawang di Bali, Biasa Digelar Setelah GalunganNgelawang yang dilakukan anak-anak di Klungkung(IDN Times/Wayan Antara)

Sementara itu, Budayawan Komang Indra Wirawan, atau yang dikenal dengan Komang Gases, mengungkapkan Ngelawang berasal dari kata Lawang yang artinya pintu. Jadi Ngelawang diartikan dari rumah ke rumah atau bahkan desa ke desa, untuk mempertunjukkan Tarian Barong, umumnya adalah Tarian Barong Bangkung. 

"Ngelawang itu dari pintu ke pintu. Filosofinya bagaimana kita sebagai tuan rumah membuka pintu dalam artian membuka diri," ujarnya.

Membuka diri ini dimaksudkan belajar mengartikan dan menerapkan kemenangan Dharma melawan Adharma tatkala Galungan.

Kendati sifat Ngelawang yang semi sakral, pelaksanaanya harus terap sesuai 3 kerangka agama hindu, dengan tatwa (filosifi), susila (tindakan), dan upacara (upacara).

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya