Cerita Pasutri di Klungkung, Gubuknya Akan Dirobohkan dan Harus Pindah

Mereka tinggal puluhan tahun di atas lahan milik orang

Klungkung, IDN Times - Wayan Ketut Merta (55) dan keluarganya mengaku bingung. Mereka diminta pindah dari gubuknya di Dusun Timbrah, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Gubuk itu berdiri di atas lahan orang lain. Selama 25 tahun mereka menempati rumah beratapkan seng dengan tembok dari anyaman bambu dan triplek. Lantainya sendiri terbuat dari tanah.

Namun pemilik lahan meninggal dunia dan hak warisnya menjual tanah tersebut. Mereka harus segera pindah karena gubuknya akan diratakan dengan tanah, Rabu (10/3/2021) mendatang. Lalu bagaimana nasib mereka sekarang?

Baca Juga: Kenalin Putu Arsa dan Kadek Ayu, Hidupi Ibunya Stroke dan Kakek Nenek

1. Merta ditinggal orangtuanya ketika masih berusia lima tahun

Cerita Pasutri di Klungkung, Gubuknya Akan Dirobohkan dan Harus PindahIDN Times/Wayan Antara

Pakaian Merta tampak lusuh. Kausnya bekas kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Klungkung yang dulu. Ia didampingi istri, Ni Nengah Susun (45), dan sang anak yang bernama I Wayan Landep (25) ketika IDN Times menemuinya di gubuk, Jumat (5/3/2021).

Ia berusaha mengingat-ingat masa lalunya. Karena sejak usia lima tahun ditinggal oleh orangtuanya dan menyandang status sebagai yatim piatu. Ia kemudian dipungut oleh keluarga sederhana dari Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Masa kecil hingga remaja ia habiskan di Desa Talibeng.

"Saya dari kecil sudah ditinggal meninggal orangtua. Saya tidak punya siapa-siapa lagi," kata Ayah yang memiliki tiga anak ini.

Menginjak remaja, Merta merantau ke Kabupaten Klungkung. Ia mengadu nasib dengan berjualan satai ikan laut. Hingga suatu hari, ia didatangi oleh seorang pria asal Desa Paksebali. Pria tersebut memintanya untuk menggarap tanah dan diperbolehkan mendirikan gubuk, tempat yang ia tinggali selama 25 tahun tersebut.

"Setelah remaja saya merantau ke Klungkung awalnya jual satai ikan laut. Ada seorang warga Paksebali namanya Pak Jejeng, merasa kasihan dengan saya. Saya diberikan menggarap tanahnya dan mendirikan gubuk ini. Pak Jejeng sudah meninggal dunia. Tanah ini sudah dijual kepada orang lain. Pemiliknya sekarang mau meratakan tanah ini dengan loader, saya diminta untuk segera membongkar gubuk," ungkapnya sembari membereskan perabotan rumah.

Selama puluhan tahun ia tinggal di gubuk bersama istrinya. Tidak ada tetangga di area itu. Radius 50 meter dari gubuk tersebut baru ada satu rumah penduduk. Sementara I Wayan Landep dan anaknya yang nomor dua, I Nengah Astawan (22), tinggal di kos-kosan daerah Desa Tangkas.

Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Supaya Mendapatkan Kedamaian Hidup

2. Merta hanya berjualan tusuk satai dan mendapat upah Rp20 ribu per hari. Istrinya juga menderita epilepsi

Cerita Pasutri di Klungkung, Gubuknya Akan Dirobohkan dan Harus PindahIDN Times/Wayan Antara

Merta tercatat sebagai warga Desa Paksebali dan sudah mengantongi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Klungkung. Hanya saja ia tidak punya lahan untuk dibangun rumah atau sekadar bangunan gubuk.

Sementara untuk mengontrak rumah saja ia tidak sanggup. Mengingat pendapatannya bergantung kepada hasil penjualan tusukan satai, dan diupah Rp20 ribu per hari. Upah itu hanya cukup untuk hidup bersama istri. Istrinya tidak bekerja karena sejak lama mengidap epilepsi.

"Saat jualan satai dulu, istri saya sempat tiba-tiba ambruk. Epilepsinya sering kumat. Jadi saya tidak berani kerja jauh."

Merta menyatakan tidak mungkin kembali ke Karangasem. Sebab ia tidak punya tempat tinggal. Kerabat juga sudah tidak punya apa-apa di tanah kelahirannya tersebut.

"Saya tidak punya siapa-siapa lagi di Karangasem."

3. Merta mendapatkan bantuan beras dari Desa Paksebali

Cerita Pasutri di Klungkung, Gubuknya Akan Dirobohkan dan Harus PindahIDN Times/Wayan Antara

Kini, mereka sudah tidak dapat lagi menempati gubuk yang berdiri di atas tanah tersebut. Gubuk itu rencananya akan digusur, Rabu (10/3/2021) mendatang. Ia sempat bingung untuk mencari tempat tinggal karena tidak punya lahan. Namun kabar ini sampai juga ke telinga pihak Desa Paksebali hingga ke Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta. Perbekel Desa Paksebali, Putu Ariadi, mengatakan Merta menjadi tanggung jawabnya karena sudah tercatat sebagai warga Desa Paksebali.

"Pak Bupati sudah turun kemarin melihat secara langsung. Gubuknya harus dibongkar. Rabu, lokasi ini harus sudah bersih sesuai permintaan pemilik lahan," jelas Ariadi.

Ariadi mengungkapkan, Suwirta membantu mengontrakkan satu kamar untuk Merta dan istri. Biaya kontrakannya ditanggung oleh Bupati selama satu tahun.

"Ke depannya, Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Klungkung masih mengupayakan permohonan ke Provinsi Bali untuk bisa memanfaatkan aset provinsi untuk lahan rumah warga miskin," katanya.

Selama ini pihak desa juga sudah membantu Merta dengan memberikan bantuan beras.

4. Anak pertamanya akan diangkat sebagai tenaga kontrak. Tetapi ia harus kejar paket dulu

Cerita Pasutri di Klungkung, Gubuknya Akan Dirobohkan dan Harus PindahIlustrasi CPNS (IDN Times/Mardya Shakti)

I Wayan Landep mengaku dijanjikan oleh Suwirta sebagai tenaga kontrak petugas kebersihan. Namun Landep disarankan untuk ikut kejar paket terlebih dahulu karena ia tidak tamat Sekolah Dasar (SD).

"Saya tidak tamat SD, semua saudara saya tidak ada yang tamat SD. Sejak kecil sudah mekuli (Jadi kuli). Pak Bupati menyarankan ikut kejar paket. Setelah itu ditawarkan sebagai tenaga kontrak petugas kebersihan."

Baca Juga: Dilirik India, Tetapi Perajin Gula Semut di Klungkung Mati Suri

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya