Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251001_152242.jpg
Petugas mengambil sampah plastik di rumah warga Desa Adat Sumbersari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. (Dok.Istimewa)

Jembrana, IDN Times - Sampah menjadi masalah utama warga di Bali. Tetapi, bagi Desa Adat Sumbersari di Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, bisa menjadi percontohan dalam penanganan sampah. Mereka berhasil mengelola baik sampah anorganik maupun organik secara mandiri dan berbasis sumber. 

Pendekatan ini tak hanya menjaga lingkungan, tapi juga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi warganya. Hal yang paling menarik yaitu warga tidak lagi membayar uang sampah agar diangkut. Sampah anorganik dari rumah tangga justru dibeli oleh tim Desa Adat Sumbersari untuk diolah dan menghasilkan cuan.

1. Memanfaatkan teba modern dan jual sampah plastik

Pengelolaan sampah adalah wujud nyata dari potensi ekonomi yang dilihat Desa Adat Sumbersari sejak pencanangan program Bali Bersih Sampah. (Dok.Istimewa)

Inovasi utama Desa Adat Sumbersari terletak pada pemilahan sampah berbasis sumbernya. Untuk sampah organik, desa adat ini mengandalkan konsep tradisional teba modern di tempat umum maupun setiap rumah tangga. Hasilnya, Desa Adat Sumbersari kini nyaris bebas dari sampah organik.

Sementara itu, penanganan sampah anorganik seperti plastik, botol, dan lainnya ditangani oleh Bupda (Baga Utsaha Padruwen Desa Adat) setempat.

2. Sampah plastik jadi tabungan di bank sampah

Proses pemilihan sampah di tempat pengelolaan Desa Adat Sumbersari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. (Dok.Istimewa)

Bendesa Adat Sumbersari, I Ketut Subanda,, menjelaskan bahwa jika dulu membuang sampah membayar iuran, kali ini menguntungkan bagi warga. Tim yang datang ke rumah warga akan melakukan penilaian dan penimbangan sampah anorganik secara terjadwal. 

"Nilai ekonomis itu nantinya langsung masuk ke bank sampah melalui tabungan di LPD," kata Subanda. 

Pola ini membalikkan kebiasaan lama, di mana warga kini menerima uang untuk sampah mereka, menciptakan perubahan yang sangat menguntungkan.

3. Menyulap bungkus makanan ringan jadi biji pelet plastik

Sampah disulap jadi biji pelet plastik yang dikirim ke luar Bali.(Dok.Istimewa)

Bupda Desa Adat Sumbersari tak hanya membeli sampah yang bernilai tinggi, mereka juga berani mengatasi tantangan sampah anorganik bernilai rendah, seperti bungkus kopi dan makanan ringan yang selama ini sulit diolah.

"Produk itu menjadi biji pelet plastik. Dikirim ke beberapa wilayah seperti Surabaya dan Banyuwangi," ungkap Subanda.

Dengan mengolah sampah-sampah yang biasanya terabaikan ini, Bupda secara efektif membersihkan lingkungan dari limbah yang biasanya menjadi musuh sehari-hari. Sebagai motivasi tambahan, krama dengan pengumpulan sampah plastik terbanyak juga akan menerima reward atau penghargaan.

Saat ini, kebutuhan sampah anorganik Bupda mencapai 90 ton dalam sebulan. Mereka juga terbuka untuk menerima pasokan dari luar desa adat serta bekerja sama dengan penggerak lingkungan. Mereka bahkan sudah menerima sampah plastik dari wilayah lain seperti Ungasan, Kabupaten Badung.

Editorial Team