Viral Tebing di Nusa Penida Dipangkas dan Dijual

Klungkung, IDN Times - Sebuah video yang memperlihatkan pemangkasan tebing di Nusa Penida viral di media sosial (medsos). Hal ini menimbulkan keprihatinan masyarakat atas eksploitasi lahan yang semakin masif di kawasan wisata tersebut.
Video ini memicu perdebatan, karena seiring dengan pesatnya perkembangan pariwisata, kawasan Nusa Penida semakin tereksploitasi. Tebing-tebing banyak yang dikeruk untuk kepentingan pariwisata.
Camat Nusa Penida, Kadek Yoga Kesuma, menyebutkan tebing yang dipangkas dan dijual tersebut berlokasi di Dusun Pelilit, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida. Lokasinya tidak jauh dari destinasi wisata populer, Rumah Pohon.
“Kegiatan pemangkasan tebing tersebut sebenarnya sudah selesai sejak lama. Namun baru viral di media sosial, karena mungkin baru ada yang merekamnya. Saat saya mulai bertugas di Nusa Penida awal tahun 2023, kondisinya sudah seperti itu,” jelas Yoga, pada Rabu (16/10/2024).
1. Tebing ini dikeruk sejak 2019
Yoga telah berkoordinasi dengan Perbekel Desa Pejukutan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Berdasarkan data yang diterima, lahan tersebut adalah milik warga Indonesia. Pengelolanya telah mengurus dokumen izin lingkungan sejak tahun 2018. Pengerukan tebing dilakukan sekitar tahun 2019.
“Infonya, kegiatan pemangkasan tebing tersebut sudah mengurus UKL/UPL di Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) pada tahun 2018. Saat ini lahan tersebut masih kosong, dan belum ada pembangunan,” ujar Yoga.
2. Dokumen SPPL berupa izin kavling untuk kepentingan pariwisata sebanyak 31 unit
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Nusa Penida, I Nyoman Sidang, mengungkapkan pemilik lahan telah mengurus izin lingkungan berupa Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) pada tahun 2018.
"SPPL tersebut berlaku untuk kavling pariwisata sebanyak 31 unit," ungkap Sidang.
3. Pihak Dinas LHP akan mengkaji ulang SPPL yang diurus pemilik lahan
Menanggapi video viral ini, Sidang berjanji akan meninjau kembali izin SPPL yang telah diajukan pada 2018.
"Kami sedang mengkaji kembali dokumen SPPL tersebut mengingat sudah cukup lama," pungkasnya.
Kasus ini menambah sorotan betapa pentingnya regulasi ketat terhadap pembangunan di daerah-daerah wisata, agar tidak menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan dalam jangka panjang.