Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Desa Serangan
Anak-anak Desa Serangan diedukasi merakit mainan (IDN Times/Ayu Afria)

Intinya sih...

  • Desa Serangan mengembangkan teknologi inovatif dengan pendekatan sosial dan budaya

  • Masyarakat diajak untuk berpikir kritis tentang teknologi inovatif yang diterapkan di desa mereka

  • Pengembangan teknologi Hidrogen Hijau di Desa Serangan memanfaatkan potensi energi surya Bali secara mandiri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Denpasar, IDN Times - Dua anak laki-laki, Chio dan Faris, tampak antusias menenteng mobil mainan hasil rakitan mereka di depan Balai Banjar Tengah Serangan. Di bawah terik matahari, keduanya asyik mengamati mobil tenaga surya itu bergerak. Wajah mereka langsung berbinar setiap kali mainan tersebut melaju tanpa bantuan remote.

"Senang sekali mobilnya gerak. Tadi merakit sendiri," ungkap Chio.

Mobil rakitan (IDN Times/Ayu Afria)

Kepala Lingkungan Banjar Dukuh, Desa Serangan, Wayan Suwaka, mengatakan bahwa dukungan edukasi teknologi dari CAST Foundation bersama Fab Lab Bali dan Desa Utak Atik sudah berlangsung selama dua tahun. Program ini mengenalkan anak-anak pada teknologi yang berkembang saat ini. Mereka dibagi dalam kelompok kecil dan didampingi untuk merakit berbagai mainan berbasis teknologi dalam waktu beberapa menit.

“Jujur saya bilang ini sangat positif dan sangat berpengaruh untuk anak-anak zaman sekarang. Notabene yang biasanya hanya fokus main hape dan sekarang lebih punya mainan baru tentang teknologi,” ungkapnya belum lama ini.

Tak hanya anak-anak, masyarakat Desa Serangan juga mendapat edukasi mengenai teknologi terkini. Proyek ini menghadirkan model pembangunan alternatif yang memadukan teknologi bersih, kearifan lokal, dan pemberdayaan masyarakat untuk menjawab tantangan pembangunan dan transisi energi di Indonesia.

1. Inovasi teknologi di Desa Serangan menggunakan pendekatan sosial dan budaya

Edukasi teknologi inovasi di Desa Serangan (IDN Times/Ayu Afria)

Founding Partner CAST Foundation, Wan Zaleha Radzi, mengatakan bahwa di Bali, kreativitas telah lama hidup melalui seni, kerajinan, ritual, dan sistem sosial seperti banjar dan Subak. Desa Hidrogen Hijau membangun inovasi dengan berangkat dari praktik-praktik tersebut. Kearifan lokal berperan sebagai landasan sosial agar teknologi dapat diterima, digunakan, dan dikelola secara berkelanjutan. Pendekatan ini memastikan inovasi tidak mengganggu keseimbangan sosial-ekologis, melainkan memperkuatnya.

Sebagai bagian dari program Desa hidrogen Hijau, tim mendirikan Kios Utak Atik, sebuah ruang bersama yang permanen di Desa Serangan untuk belajar dan bereksperimen dengan teknologi. "Anak-anak dan remaja Serangan dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan seperti perakitan, perbaikan perangkat, dan pengenalan teknologi energi bersih," terangnya.

2. Masyarakat Desa Serangan diajak bernalar kritis soal teknologi inovasi terapan

Edukasi teknologi inovasi di Desa Serangan (IDN Times/Ayu Afria)

Masyarakat Desa Serangan mulai dikenalkan dengan proyek Desa Hidrogen Hijau, sebuah inisiatif inovasi berbasis komunitas. Desa Hidrogen Hijau dikembangkan sebagai pendekatan bottom-up, yang menempatkan masyarakat desa sebagai pelaku utama inovasi, bukan sekadar penerima teknologi. Model ini diakuinya dirancang untuk memantik nalar kritis masyarakat tentang pola hidup berkelanjutan, menjaga ekosistem pesisir, serta memastikan teknologi maju dapat diterapkan sesuai konteks sosial dan budaya lokal.

"Lokakarya yang kami lakukan bertujuan menumbuhkan daya pikir kritis generasi muda Serangan agar mereka akrab dengan teknologi dan dapat menjadi pelaku utama masa depan berkelanjutan di daerahnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, di tengah pertumbuhan ekonomi dan tekanan krisis iklim, Desa Hidrogen Hijau menawarkan tiga fokus utama. Pertama, ketahanan ekonomi lokal, melalui pengembangan keterampilan fabrikasi digital dan energi bersih yang membuka peluang kerja baru di luar sektor tradisional. Kedua, perlindungan ekosistem, dengan pendekatan teknologi yang selaras dengan lanskap pesisir dan kehidupan masyarakat Serangan. Ketiga, teknologi kontekstual, yang tidak memaksakan solusi seragam, melainkan menyesuaikan inovasi dengan kondisi geografis dan budaya setempat.

3. Teknologi Hidrogen Hijau dikembangkan di Desa Serangan

Anak-anak Desa Serangan diedukasi merakit mainan (IDN Times/Ayu Afria)

Proyek Desa Hidrogen Hijau dikembangkan di Desa Serangan, dipilih karena kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan Bali, khususnya wilayah pesisir. Serangan adalah desa pulau kecil di Denpasar Selatan, dihuni sekitar 4.080 penduduk yang terbagi dalam enam banjar dan satu Kampung Bugis.

Sistem banjar adalah organisasi sosial tradisional di Bali yang berfungsi sebagai wadah gotong royong dan pengaturan kehidupan masyarakat berdasarkan adat istiadat setempat. Sementara Kampung Bugis adalah wilayah desa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Infrastruktur komunitas Desa Serangan, menjaga dinamika keharmonisan banjar dan kampung tetap baik hingga saat ini.

Anak-anak Desa Serangan diedukasi merakit mainan (IDN Times/Ayu Afria)

Founding Partner Meaningful Design Group, Tomas Diez, mengungkapkan bahwa teknologi hidrogen hijau dikenal memiliki densitas energi berbasis massa yang tinggi. Sebagai perbandingan, baterai lithium-ion menyimpan energi jauh lebih kecil. Perbedaan ini menunjukkan potensi hidrogen sebagai pembawa energi untuk kebutuhan tertentu, meskipun dalam praktiknya kinerja sistem sangat dipengaruhi oleh metode penyimpanan, konversi energi, dan desain infrastruktur pendukung.

Dari sisi keberlanjutan, pengembangan hidrogen hijau di Serangan memanfaatkan potensi energi surya Bali yang tinggi, dengan rata-rata radiasi matahari sekitar 4,8 kWh per meter persegi per hari. Dengan sumber daya tersebut, desa dapat memproduksi energi bersih secara mandiri, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, sekaligus menjaga kelestarian garis pantai dan ekosistem pesisir.

Pendekatan ini menegaskan bahwa transisi energi tidak harus selalu dimulai dari proyek berskala besar, melainkan dapat tumbuh dari desa sebagai unit sosial dan ekologis yang utuh. Pendekatan berbasis desa ini menunjukkan bahwa transisi energi dapat diujicobakan dan dikembangkan secara bertahap pada skala komunitas, dengan tetap memperhatikan kondisi sosial dan ekosistem pesisir setempat

“Dengan bekerja di konteks lokal, kami melihat bagaimana teknologi maju dapat diterapkan dengan pendekatan yang lebih relevan, menghormati budaya dan kondisi setempat,” ungkap Diez.

Editorial Team