Pengacara I Komang Sutrisna. (IDN Times/Ayu Afria)
Pengacara I Komang Sutrisna yang juga merupakan alumni Unud ini mengatakan bahwa tanah sengketa tersebut awalnya berstatus tanah adat. Kemudian dibagikan ke masyarakat adat. Dengan status demikian, artinya bukan tanah negara. Hal ini dikuatkan dengan bukti persil, pipil, dan peta blok yang ia kantongi.
Hal ini diperkuat dengan temuannya di lapangan, mulai dari pipil, persil, hingga peta blok. Juga sertifikat-sertifikat penyanding tanah sengketa tersebut.
“PK-nya dijadikan dasar menguasai tanah itu. PK-nya ganjil. Saya sampai turun lapangan mengumpulkan sertifikat-sertifikat yang ada di sampingnya. Semuanya tanah sertifikat hal milik. Hanya itu saja yang dinyatakan tanah negara karena tanah itu paling bagus. Kalau tanah negara, TN namanya atau DN, Darat Negara namanya,” terangnya.
Tanah yang diklaim milik negara tersebut terbengkalai sejak tahun 1982. Luasan tanah 2,7 hektare tersebut merupakan tanah I Rimpuh, kakek pelapor, di mana bukti ini juga masih tertuang di Peta Blok. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) awalnya tertuang nama I Rimpuh.
“Ngak pernah Unud itu mengalihkan bayar pajak. Kalau tanah negara, yang bayar pajak itu negara. Ini yang berbenturan dengan fakta-fakta yang ada. SPPT-nya dia (Suastika),” tegasnya.