Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
foto ilustrasi (Pixabay.com/lukasbieri)

Denpasar, IDN Times - Kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswi di Kabupaten Buleleng menarik perhatian publik. Pihak kepolisian telah menetapkan dosen pembimbing tugas akhirnya sebagai tersangka kekerasan seksual. Pihak kampus juga telah memberhentikan dosen tersebut sebagai pengajar.

Kasi Humas Polres Buleleng, AKP I Gede Sumarjaya, mengungkapkan kejadian itu berawal dari korban yang menuangkan curahan hati dalam status WhatsApp, yang kemudian dibaca oleh tersangka, Curhatan itu di antaranya berisi keluhan kendala menyelesaikan tugas akhir atau skripsinya. Nah, belajar dari kasus tersebut, bagaimana seharusnya mahasiswa bersikap ketika menghadapi kendala tugas akhir?

1.Risiko victim blaming lebih banyak jika kasus kekerasan seksual diungkap ke media sosial

foto ilustrasi (pixabay.com/DariuszSankowski)

Mahasiswi Universitas Udayana (Unud) berinisial JSS mengikuti perkembangan kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswi di Buleleng tersebut di media sosial. Ia menemukan banyak sekali respon dari pihak yang menyalahkan korban atas kejadian tersebut.

“Sebenarnya memang kalau memviralkan kasus kekerasan seksual ke media sosial, salah satu risikonya adalah akan banyak bermunculan komentar yang victim blaming. Itu bisa membuat korban ke-trigger. Cuma, sering kejadian juga kalau kasus di Indonesia baru diusut tuntas ketika sudah viral,” ungkapnya.

Menurutnya Indonesia kini memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kekerasan Seksual (Permendikbud KS). Dengan dua kebijakan tersebut, pelaku kekerasan seksual di dunia pendidikan bisa mendapat hukuman.

“Sudah dicopot jabatannya jadi dosen. Jangan sampai ada yang menerima beliau lagi,” tegasnya.

Dari pengalamannya terkait tugas akhir, JSS memilih bercerita dengan teman dekatnya yang bisa ia percaya. Namun jika dalam penyusunan tugas akhir tersebut perlu intervensi dari dosen, maka JSS bercerita seperlunya ke dosen pembimbing akademik.

2. Perlu layanan khusus konseling untuk mahasiswa akhir

ilustrasi stres akibat panas berlebih (pexels.com/Kelly Lacy)

Mahasiswi Unud berinisial AMA bercerita, bahwa kendala yang dialaminya selama menyusun tugas akhir adalah kendala waktu untuk melanjutkan menulis, bekerja, dan mencari data di lapangan. Kemudian pihak dosen pembimbing yang sulit ditemui untuk melakukan konsultasi. Ia mengaku, tidak jarang dosen pembimbing menekan mahasiswa agar menyelesaikan risetnya, namun tidak bersikap supportive.

Berdasarkan pengalamannya, kemudian apa yang bisa dilakukan jika menghadapi kendala di atas? AMA mengaku tetap membuat time line kerja, riset, dan menulis sebagaimana mestinya. Berbagai permasalahan tersebut ia keluhkan ke sesama temannya dengan tujuan mendapatkan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhirnya.

“Saya tetap berupaya menghubungi dospem (dosen pembimbing) walaupun slow respon atau no respon. Kalau curhat ke teman biar dikasih semangat,” katanya.

Ia berharap agar kampus-kampus memiliki layanan khusus konseling bagi mahasiswa akhir, karena banyak yang mengalami stres hingga depresi pada saat menyelesaikan tugas akhirnya.

3.Hindari curhat di media sosial, maksimalkan peran orangtua

Tersangka dosen yang melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswinya di Singaraja terancam 12 tahun penjara. (Dok.IDN Times/istimewa))

Belajar dari kasus pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswi di Kabupaten Buleleng, Kapolres Buleleng, AKBP I Made Dhanuardana, mengimbau agar masyarakat bijak dalam bermedia sosial. Terutama pada saat menyampaikan keluhan terhadap permasalahan yang dialaminya. Ia menyarankan agar masyarakat menyampaikan secara langsung kepada orangtuanya terkait dengan permasalahan yang dihadapi.

“Mahasiswi lebih baik menyampaikan kepada orangtua secara langsung. Karena bila disampaikan di medsos, maka akan mendapatkan tanggapan yang berbeda-beda dari yang membaca dan melihat,” imbaunya.

Kalau menurut pendapatmu gimana? Share di kolom komentar ya.

Editorial Team