Stunting di Bali Butuh Penanganan Terpadu Secara Pentaheliks
Denpasar, IDN Times - Penanganan stunting pada sejumlah daerah rentan di Bali, berlangsung dengan kolaborasi pentaheliks. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih, mengatakan penanganan stunting secara pentaheliks butuh untuk memastikan intervensi spesifik dan sensitif.
Kemendukbangga/BKKBNbergerak pada intervensi sensitif dengan memberikan edukasi dan konseling sesuai siklus hidup, terutama pencegahan dari hulu sejak remaja. Termasuk masa pra-konsepsi (calon pengantin), ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi 0-2 tahun (1000 HPK hari pertama kehidupan).
“Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas dengan perencanaan kehidupan berkeluarga,” kata Sukardiasih kepada IDN Times, Senin (21/7/2025).
1. Prevalensi stunting Jembrana dan Bangli turun. Buleleng dan Karangasem meningkat

Ada tiga kabupaten rentan di Bali yang menjadi fokus penanganan stunting secara pentaheliks. Kabupaten itu di antaranya Jembrana, Bangli, dan Buleleng. Dari ketiganya, Jembrana dan Bangli mengalami penurunan prevalensi stunting.
Sementara, prevalensi stunting di Kabupaten Buleleng meningkat. Pada 2023 sebesar 6,2 dan tahun 2024 sebesar 14,8. Peningkatan prevalensi stunting juga dialami Kabupaten Karangasem. Tahun 2023 sebesar 6,4 dan 2024 sebesar 13. Data ini berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Berdasarkan hasil kajian kemendukbangga/BKKBN belakangan ini menawarkan solusi praktis untuk diterapkan daerah dengan prevalensi stunting cukup tinggi. Tawaran solusi itu seperti penyelenggaraan kelas ibu hamil dan balita di desa, integrasi program keluarga berencana (KB), dan pencegahan stunting. Solusi lokal juga ditawarkan seperti pemanfaatan hasil pertanian lokal seperti jagung, ubi, kelor, dan kacang-kacangan, serta Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).
2. Bali mengalami peningkatan prevalensi stunting

Sukardiasih melanjutkan, capaian penanganan stunting di Bali berdasarkan SSGI 2024, terdapat kenaikan prevalensi Stunting dari 7,2 (SKI 2024) menjadi 8,7 (SSGI 2024). Meskipun secara metode pengumpulan data berbeda antara 2023 dan 2024, Sukardiasih menegaskan kondisi tersebut tetap harus diwaspadai karena kenaikan sebesar 1,5 tergolong signifikan.
“Berbagai upaya telah dilaksanakan, salah satunya program Gentingyang merupakan salah satu Program Unggulan Kemendukbangga/BKKBN,” ungkap Sukardiasih.
Genting adalah program nasional berbasis gotong royong untuk mengatasi stunting di Indonesia. Program ini bukan dari anggaran pemerintah. Genting menghubungkan Orang Tua Asuh (OTA) dengan 1 juta Keluarga Berisiko Stunting, memberikan dukungan nutrisi, nonnutrisi, dan edukasi selama 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Sasarannya kepada ibu hamil, ibu melahirkan, anak bawah dua tahun (baduta) dari keluarga kurang mampu yang memang belum mendapat bantuan pemerintah.
“Sehingga tidak tumpang tindih bantuannya pada satu sasaran,” kata Sukardiasih.
3. Selain Program Genting, ada beberapa agenda penanganan stunting di Bali

Berdasarkan penjelasan Sukardiasih, kabupaten di Bali yang paling masif melaksanakan program Genting adalah Bangli. Bangli memiliki regulasi yang mengatur seluruh pejabat publik skala pemerintahan dan guru di sekolah agar menjadi OTA.
Peran tenaga lini lapangan dalam menjaring calon OTA dari mitra kerja swasta, menurut Sukardiasih dalam kategori sangat baik. Sehingga mampu menjaring OTA yang memberikan bantuan nutrisi maupun nonnutrisi dalam jumlah cukup banyak. Lembaga itu seperti Rotari, Podomoro Group, termasuk mitra kerja strategis seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan kepala desa.
“Namun demikian belum semua Kabupaten/Kota dapat melaksanakan Program GENTING dengan maksimal,” kata Sukardiasih.
Sehingga perlu komitmen kepala daerah dan OPD KB kabupaten/kota, swasta, lembaga, dan masyarakat mampu agar berpartisipasi aktif. Selain Genting, ada berbagai upaya terpadu untuk menangani stunting. Program ini mencakup perbaikan pola makan, pola asuh, sanitasi, dan akses air bersih. Selain itu, diperlukan juga intervensi spesifik seperti pemberian makanan tambahan yang bergizi, imunisasi yang tepat, dan stimulasi tumbuh kembang anak.