Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seismograf (IDN Times/Aditya Mustaqim)
ilustrasi seismograf (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Buleleng, IDN Times - Upaya siap siaga bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Bali Utara, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng mengupayakan pemanfaatan teknologi. BPBD Buleleng mendeteksi dini dua bencana tersebut dengan penggunaan Warning Receiver System (WRS) yang telah terpasang di kantor BPBD Buleleng. 

Termasuk pemasangan tambahan sirine Bali Tsunami Early Warning System (BTEWS) portabel di enam desa pesisir rawan bencana. Kepala Pelaksana BPBD Buleleng Putu Ariadi Pribadi, memaparkan WRS adalah perangkat milik BMKG Bali yang tersedia di Kabupaten Buleleng.

“Alat ini sangat penting karena memberikan informasi real time (langsung) tentang gempa yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia,” kata Ariadi di Kantor BPBD Buleleng.

Ariadi menambahkan, alat tersebut juga mampu memberikan informasi langsung berupa titik koordinat, kekuatan, dan waktu kejadian bencana. Jika gempa terjadi di wilayah Bali dan berpotensi tsunami, maka informasi akan diteruskan secara cepat oleh BPBD Provinsi Bali ke sistem sirine tsunami di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.

1. Pemasangan perangkat sirine tsunami portabel akan berada pada enam desa rawan tsunami di Buleleng

Pemandangan pagi di tengah lautan Pantai Lovina (dok.pribadi/Natalia Indah)

Ariadi mengatakan, WRS terhubung langsung ke server BMKG. Data yang diterima akan menjadi dasar BPBD Provinsi Bali untuk mengaktifkan sirine peringatan dini.

“Ketika ada potensi tsunami, Pusdalops Provinsi Bali menekan tombol, dan sirine di Seririt akan berbunyi secara otomatis. Ini sangat krusial dalam memberi waktu evakuasi kepada masyarakat,” kata dia.

Rencananya, BPBD Buleleng akan menambah perangkat sirine tsunami portabel di enam desa rawan tsunami di Buleleng. Enam desa tersebut tersebar di tiga kecamatan yaitu Desa Banjar, Kecamatan Banjar; Desa Patas, Kecamatan Gerokgak; serta empat desa lainnya yaitu Desa Tangguwisia, Lokapaksa, Banjarasem, dan Kalisada di Kecamatan Seririt.

“Wilayah Seririt menjadi prioritas karena berdasarkan catatan sejarah, pernah terjadi gempa besar pada tahun 1976 yang menelan banyak korban,” ujarnya.

2. Seririt memiliki komunitas bernama Tsunami Ready

ilustrasi komunitas (freepik.com/katemangostar)

Ariadi melanjutkan, di Kecamatan Seririt memiliki komunitas bernama Tsunami Ready yang telah diakui UNESCO. Komunitas ini mendapatkan pelatihan dan edukasi dari BMKG, termasuk pemasangan rambu evakuasi, peta rawan bencana, dan penunjukan titik kumpul. Peningkatan edukasi dan latihan rutin bagi masyarakat bertujuan agar tidak terjadi kepanikan saat bencana datang.

“Kepanikan justru yang sering memicu jatuhnya korban. Karena itu, kami terus mendorong edukasi, simulasi, dan pembentukan kader siaga di masyarakat,” ungkapnya.

3. Pasang sejumlah alat deteksi gempa dan tsunami

ilustrasi seismograf (pexel.com/Ahmed Akacha)

Ada pula pemasangan alat deteksi dan monitoring gempa serta tsunami di beberapa desa yang memiliki potensi bencana tinggi di Kabupaten Buleleng. Beberapa perangkat yang telah dipasang antara lain seismometer, yakni alat yang mampu merekam getaran gempa bumi secara presisi untuk mengetahui sumber dan kekuatan gempa.

Termasuk pemasangan intensitymeter adalah alat untuk mengukur tingkat kekuatan getaran gempa di suatu lokasi secara langsung sehingga dapat diketahui dampak gempa di titik-titik tertentu.

Realshake, sistem peringatan dini berbasis getaran aktual di lapangan yang dapat memberikan notifikasi kepada masyarakat dalam waktu singkat sebelum guncangan utama terjadi. Terakhir adalah Tsunami Gauge yakni alat pemantau perubahan permukaan laut yang berfungsi mendeteksi potensi terjadinya tsunami lebih awal.

Melalui pemasangan alat-alat tersebut diharapkan menunjang deteksi dini yang lebih modern dan akurat, informasi kebencanaan dapat tersampaikan lebih cepat, dan meminimalisir timbulan dampak bencana.

Editorial Team