Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pencoblosan saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. (ANTARA FOTO/Andri Saputra)
Ilustrasi pencoblosan saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. (ANTARA FOTO/Andri Saputra)

Denpasar, IDN Times - Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah jauh hari selesai, tapi ada setumpuk pekerjaan rumah (PR) bagi penyelenggara pencoblosan lima tahunan ini. Satu di antaranya sengkarut data pemilih, buruknya sinkronisasi data juga terjadi di Provinsi Bali. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Bali, I Putu Agus Tirta Suguna, menyebutkan temuan awal berupa lonjakan data pemilih di Bali. Ada 26 ribu nama baru yang masuk daftar pemilih. 

“Ya (membenarkan temuan data pemilih bermasalah). Jadi kita Bawaslu Bali soroti akurasi data pemilih. Lonjakan 26 ribu nama baru masuk daftar,” kata Agus kepada IDN Times Jumat (10/10/2025).

Sorotan akurasi data pemilih ini melalui rangkaian proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB), guna memastikan setiap suara pemilih sah terhitung. Hasil pengawasan Bawaslu Bali sejak Juli hingga September 2025 menemukan ketidaksesuaian data yang berpotensi memengaruhi validitas daftar pemilih. Bagaimana Bawaslu Bali menjelaskan sengkarut data pemilih ini? Baca selengkapnya di bawah ini.

1. Daftar pemilih di Kota Denpasar meningkat terbanyak, ada juga yang telah meninggal dunia masih masuk daftar pemilih

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Bali, I Putu Agus Tirta Suguna. (IDN Times/Yuko Utami)

Jumlah pemilih di Bali meningkat sebanyak 26.773 orang dibandingkan dengan Triwulan II. Kata Agus, penambahan terbesar terjadi di Kota Denpasar dengan jumlah 11.225 pemilih baru. Sementara, Kabupaten Badung mengalami pengurangan 403 pemilih. Ia menegaskan pemutakhiran data pemilih bukan sekadar proses administratif, melainkan bagian dari perlindungan hak konstitusional Warga Negara Indonesia (WNI).

“Peningkatan ini tentu positif, namun yang lebih penting adalah memastikan setiap data pemilih benar dan tidak ganda,” ujarnya.

Namun di balik angka-angka itu, Bawaslu Bali menemukan ketidaksesuaian data. Dalam uji petik terhadap hasil pemutakhiran data sebelumnya, ada 11 pemilih yang dinyatakan meninggal dunia, tapi faktanya mereka masih hidup. Pada kategori pemilih baru, ada penemuan 36 data tidak sesuai. Sementara itu,  dalam kategori pemilih aktif, tercatat 130 pemilih telah meninggal dunia, tapi masih masuk dalam daftar pemilih.

2. Sinkronisasi data antarinstansi masih tidak sejalan

ilustrasi data center (pexels.com/Christina Morillo)

Temuan lainnya, sebanyak 225 pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) masih terdaftar dalam daftar pemilih, dengan mayoritas kategori meninggal dunia. Dari jumlah itu, 175 pemilih telah dihapus. Sementara itu, sisanya akan ditindaklanjuti pada periode berikutnya.

Bawaslu Bali juga menemukan 83 pemilih memenuhi syarat (MS) yang belum masuk dalam daftar pemilih. Mereka sebagian besar berasal dari kategori pensiunan Polri dan pemilih yang sebelumnya dinyatakan TMS, tapi faktual masih hidup.

“Temuan itu menjadi dasar bagi Bawaslu Bali untuk menyampaikan saran perbaikan (sarper) kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) Bali,” lanjut Agus.

Agus menyampaikan, tantangan terbesar dalam pemutakhiran data pemilih di Bali terletak pada sinkronisasi antarinstansi. Data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi lain kerap tidak sejalan dengan data kependudukan di lapangan. Masalah lain muncul dari pemilih pindah domisili yang tidak melapor ke aparat desa. Termasuk pemilih pemula yang telah genap berusia 17 tahun, tapi belum melakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el).

“Kami juga menghadapi situasi di mana sebagian warga sulit ditemui saat verifikasi lapangan, karena menganggap Pemilu masih jauh. Padahal proses ini justru krusial agar mereka tidak kehilangan hak pilih,” tutur Agus.

3. Sinergi dengan berbagai instansi untuk membenahi sengkarut data pemilih

ilustrasi kerja sama (unsplash.com/Hannah Busing)

Mengatasi sengkarut data pemilih di Bali, saat ini pihak Bawaslu Bali mengupayakan berbagai pengawasan. Mulai dari kerja sama dengan Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Bali dan organisasi penyandang disabilitas untuk memperbarui data pemilih disabilitas. Pemerintah desa dinas dan desa adat menjadi instansi yang secara intensif untuk mengoordinasikan data pemilih di wilayah masing-masing. 

Agus mengatakan, pihaknya melakukan uji petik terjadwal, membuka posko aduan warga secara daring dan luring, serta menyasar sekolah dan perguruan tinggi dalam sosialisasi pengawasan pemutakhiran data pemilih.

“Kami ingin memastikan setiap warga yang berhak memilih, terutama pemilih pemula dan kelompok rentan, benar-benar terdaftar. Data pemilih yang akurat adalah fondasi utama dari pemilu yang berintegritas,” tegasnya.

Editorial Team