Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sederet Pekerjaan Rumah Menuju Bali 100 Persen Energi Terbarukan

potret ilustrasi energi terbarukan (Pexels.com/Singkham)
potret ilustrasi energi terbarukan (Pexels.com/Singkham)

Denpasar, IDN Times - Masih segar dalam ingatan warga di Bali ketika mengalami blackout atau mati listrik total pada Jumat lalu, 2 Mei 2025. Aktivitas warga berhenti, toko makanan tanpa genset memasang tarif diskon agar produk segera laku dan tidak rusak. Selama hampir 12 jam menanti, listrik berhasil menyala lagi.

Ada berbagai penyebab yang saling picu blackout kala itu. Seperti gangguan sistem kelistrikan yang memasok Bali. Gangguan tersebut mengarah pada kondisi pembangkit di Pulau Jawa yang memasok Bali maupun interkoneksi Jawa-Bali. Termasuk adanya gangguan pada kabel bawah laut transmisi listrik dari Jawa ke Bali.

Momentum blackout itu menggali sederet pekerjaan rumah Bali dalam memenuhi pasokan energi listriknya. Menjawab hal itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan Laporan Peta Jalan Ketenagalistrikan Bali Net Zero Emission (NZE) 2045 pada Selasa, 15 Juli 2025.

Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha, mengatakan Bali masih bergantung pada sumber energi listrik dari bahan bakar fosil dan impor listrik dari Jawa dengan kapasitas 340 megawatt (MW).

“Jadi kita tahu bahwa Bali masih ada impor listrik dari Pulau Jawa. Sehingga bagaimana mengurangi ketergantungan tersebut dengan memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan yang ada di Pulau Bali,” kata Alvin kepada awak media di Prime Plaza Hotel Sanur pada Selasa, 15 Juli 2025.

1. Sederet pekerjaan rumah menuju Bali energi terbarukan

Suasana Jalan Hasanuddin, Kota Denpasar, saat Bali Blackout. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Suasana Jalan Hasanuddin, Kota Denpasar, saat Bali Blackout. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Alvin mengatakan, inisiatif Bali 100 persen energi terbarukan pada 2045 ini datang dari temuan Tim IESR dan peneliti bidang energi lainnya. Temuan riset menunjukkan bahwa sektor ketenagalistrikan di Bali sebagai penyumbang emisi terbesar di Bali. Sedangkan pada urutan kedua ada sektor transportasi.

Temuan itu menjadi awal inisiatif agar mulai berstrategi memanfaatkan sumber energi terbarukan yang ada di Bali. Ada empat fase rencana menuju Bali 100 persen energi terbarukan. Fase pertama tahun 2025-2029, yaitu persiapan dan percepatan melepas dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan di Bali. Tahap ini akan fokus memetakan potensi energi terbarukan, dan menurunkan ketergantungan terhadap energi berbahan bakar batubara maupun gas.

Fase kedua akan terlaksana pada 2030-2034, dengan mengembangkan teknologi dan meningkatkan kapasitas potensi energi terbarukan. Fase ketiga tahun 2035-2039 adalah tahap pertumbuhan dengan harapan iklim investasi pada sektor energi terbarukan telah cukup matang. Sehingga sektor energi terbarukan di Bali dapat berkembang secara mandiri.

“Tahap ini juga akan mengembangkan inisiatif-inisiatif energi terbarukan di level tapak atau level masyarakat,” ujar Alvin.

Terakhir, fase keempat tahun 2040-2045, yang menurut Alvin adalah fase paling krusial. Ia memaparkan, dalam fase keempat butuh strategi khusus untuk menggantikan peran energi fosil yang seharusnya berakhir pada periode tersebut. Tahun 2045 adalah tahun akhir operasi PLTU Celukan Bawang yang saat ini sebagai daya mampu terbesar di Bali, yaitu 380 MW bersumber dari batubara. Tahun itu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) juga memasuki usia yang semakin tua.

2. Tantangan dalam kebijakan dan implementasi

WhatsApp Image 2025-07-16 at 19.38.12.jpeg
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan (Tengah). (IDN Times/Yuko Utami)

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan, mengapresiasi adanya inisiatif peta jalan tersebut. Mewakili Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Setiawan melihat adanya peluang sekaligus tantangan mewujudkan Bali 100 persen energi terbarukan.

Peluang itu berupa regulasi yang telah ada sejak tahun 2019, yaitu Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih. Regulasi lainnya yaitu Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2020. Perda tersebut mengatur tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali Tahun 2020-2050.

Menurut Setiawan, kedua aturan tersebut memiliki visi yang sama sebagai landasan menjalankan Bali energi bersih. Setelah memiliki regulasi, ada sederet tantangan dari sisi implementasi. Situasi pandemik COVID-19 yang melumpuhkan perekonomian Bali, bagi Setiawan jadi penghambat terwujudnya visi dalam dua regulasi tersebut.

“Karena dalam implementasi tentu tidak hanya teknologi, tidak hanya investasi, tetapi siapa yang akan mengoperasikan. Perlu sumber daya manusia di sektor itu,” ujar Setiawan.

3. Bukan untuk mengganti keseluruhan sistem, tapi memenuhi kebutuhan energi dengan bersih

ilustrasi polusi udara dari PLTU. (unsplash.com/Kouji Tsuru)
ilustrasi polusi udara dari PLTU. (unsplash.com/Kouji Tsuru)

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan Peta Jalan Ketenagalistrikan Bali NZE 2045 adalah rencana untuk mencapai Bali nol emisi tahun 2045. Peta jalan tersebut membahas khusus sektor ketenagalistrikan karena sektor energi memiliki lanskap yang luas. Fabby melanjutkan, peta jalan yang ada tidak hanya untuk mencapai target. Melainkan sebuah cara untuk dekarbonisasi secara bertahap.

“Jadi kita tidak bicara mengganti sistem hari ini. Kita berharap bisa memenuhi kebutuhan listrik yang akan tumbuh secara bertahap di tahun 2045,” kata Fabby.

Ketua Center for Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana (Unud), Prof Ida Ayu Dwi Giriantari PhD, menjelaskan selain tantangan implementasi kebijakan, rencana Bali energi terbarukan juga penting melihat model bisnis mendatang. Ia menekankan, jangan sampai model bisnis energi terbarukan mengendorkan minat warga untuk berpartisipasi dalam giat mandiri energi.

“PLN itu hanya sebagai pemegang usaha, tapi kebijakan yang jelas itu harus ada pemerintah,” kata Giriantari.

Giriantari mengamati, model bisnis energi terbarukan akan terus berkembang, seiring dengan perkembangan teknologi di bidang energi terbarukan. Sehingga, baginya mengarahkan kebijakan pada pengembangan energi terbarukan adalah modal utama keseriusan Bali untuk mencapai emisi nol bersih.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us