Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Puisi dan teh (credit photo : www.pexels.com)
Puisi dan teh (credit photo : www.pexels.com)

Intinya sih...

  • Puisi Indonesia pertama diyakini lahir di Singaraja, Buleleng, pada 1 Januari 1925 berjudul Selamat Tahun Baru untuk Bali Adnjana karya Gd.P. Kertanadi.

  • Selain itu, dua puisi lain, Assalamualaikum dan Ilmu, juga terbit di media massa Singaraja pada tahun yang sama.

  • Puisi era kolonial Bali umumnya berbentuk syair dengan rima akhir, namun mulai menampilkan bentuk bebas layaknya puisi modern.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Buleleng, IDN Times - Puisi Indonesia di Bali diyakini pertama kali muncul di Singaraja, Kabupaten Buleleng, pada 1 Januari 1925. Karya berjudul Selamat Tahun Baru untuk Bali Adnjana ciptaan Gd. P. Kertanadi ini dimuat di halaman pertama kalawarta atau koran stensilan Bali Adnjana.

Tahun ini, genap satu abad sejak kelahiran puisi Indonesia tersebut. Sejumlah fakta menarik pun terungkap dalam perayaan seabad puisi Indonesia yang digelar Komunitas Mahima di Kabupaten Buleleng pada awal Oktober 2025 lalu.

1. Ada tiga puisi yang menjadi penanda di tahun 1925

ilustrasi puisi (pexels.com/KoolShooters)

Dosen sastra dari Universitas Udayana, Prof. I Nyoman Darma Putra, menjelaskan bahwa ada tiga puisi atau syair yang lahir tahun 1925 di Singaraja selain Selamat Tahun Baru untuk Bali Adnjana. Dua puisi lainnya adalah Assalamualaikum karya WD dimuat di kalawarta Surya Kanta  dan Ilmu karya AWD juga dalam Surya Kanta.

Kalawarta Bali Adnjana dan Surya Kanta, keduanya terbit di Singaraja. Bali Adnjana dicetak stensilan dalam bentuk sangat sederhana, sedangkan Surya Kanta hadir dalam bentuk cetak modern, konon dicetak di Surabaya.

"Media massa memainkan peran penting dalam kelahiran dan kehidupan sastra di Bali zaman kolonial dan sesudahnya. Sama dengan era kemerdekaan dan bahkan sampai sekarang, media massa menjadi salah satu pilar perkembangan sastra," jelasnya.

2. Arsip puisi masih eksis hingga saat ini

Ilustrasi buku puisi (pexels.com/Reimond Mar Depra)

Darma Putra melanjutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atas keempat majalah atau media massa yang terbit di Bali antara tahun 1925 hingga 1939, teridentifikasi ada 39 judul puisi yang terbit di kalawarta Surya Kanta, Bali Adnjana, Bhawanegara, dan Djatajoe.

"Saya beruntung memiliki arsip media massa yang terbit di Bali sehingga bisa mengakses publikasi karya sastra zaman kolonial di Bali," ucapnya.

3. Ciri khas puisi Bali zaman kolonial

ilustrasi puisi (pexels.com/Sheep)

Darma Putra mengatakan, ciri umum dari puisi penulis Bali dari era kolonial adalah berbentuk syair. Namun, bukan syair dalam pengertian puisi lama. Ciri syair tersebut terletak pada persamaan bunyi akhir dan bait umumnya terdiri dari empat baris.

"Dalam hal jumlah kata atau suku kata tidaklah sama dengan syair aslinya, yang biasanya sekitar empat kata atau 8-10 suku kata," ujarnya.

Selain menyerupai syair, puisi Indonesia dari Bali dari era kolonial juga tampil dengan bentuk bebas, dalam arti sudah menyerupai puisi modern yang bebas. "Penyampaian pesan diutamakan, sementara persamaan bunyi dijadikan nomor dua," ungkapnya.

Editorial Team