RUU Provinsi Bali Belum Masuk Dalam Prioritas 50 RUU

Denpasar, IDN Times – Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi Bali nampaknya masih harus diperjuangkan lagi. Lantaran meski Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) menjelaskan bahwa RUU Provinsi Bali telah masuk dalam Program Legislasi Nasional, namun belum masuk dalam Prioritas 50 RUU yang dibahas di tahun 2020.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menjelaskan RUU harus diperjuangkan lagi secara bersama-sama agar bisa masuk dalam Prioritas Pembahasan Tahun 2020, atau paling lambat Tahun 2021.
“Demi kelancaran dan suksesnya perjuangan tersebut, saya mengimbau kepada masyarakat Bali, sebagai orang Bali, dari daerah manapun datangnya, dari suku dan agama apapun, dan semua elemen masyarakat yang hidup dan mencari kehidupan dari alam dan budaya Bali agar kompak, bersatu, dan bergerak serentak bersama guna menegakkan eksistensi dan keberlanjutan Bali, Pulau Dewata yang kita cintai ini. Sehingga ke depan terus bisa memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia,” ujarnya, Selasa (10/12) kemarin.
Seperti apa perjuangan Pemerintah Provinsi Bali demi RUU tersebut? Berikut penjelasannya.
1.Tahun 2005, masyarakat ingin Bali dipayungi Undang-undang

Sejak tahun 2005, berbagai komponen masyarakat Bali menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan Undang-undang, yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia.
2.Bali masih dibentuk berdasarkan UUDS 1950 dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Sehingga dirasa sudah tidak cocok lagi

Saat ini, Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang masih berdasarkan pada Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950), dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
UU ini diakui Koster kurang sesuai dengan kondisi Bali saat ini. Karena yang berlaku adalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam UU ini, Bali, NTB, dan NTT merupakan Negara Bagian bernama Sunda Kecil sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu, UU ini hanya bersifat administratif, tidak memberi kerangka hukum pembangunan Bali secara utuh sesuai potensi dan karakteristik. Sehingga kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali.
“Saya berpandangan bahwa Bali memerlukan Undang-undang tersendiri, bukan untuk menjadi Daerah Otonomi Khusus. Tetapi agar sesuai dengan UUD NRI 1945 dan NKRI. Serta menjadi kerangka hukum untuk mengisi dengan pembangunan Bali ke depan, agar Bali tetap eksis, berkelanjutan, dan berdaya saing, guna menghadapi dinamika permasalahan dan tantangan dalam skala lokal, nasional, dan internasional,” ungkap Koster.
3.Hasil audiensi terkait RUU Provinsi Bali yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali:

Beberapa audiensi yang telah dilakukan di antaranya:
- 26 November 2019, audiensi dengan Komisi II DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia) dan Ketua DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah-Republik Indonesia)
Hasilnya, Ketua DPD RI telah mengeluarkan Surat Nomor: P/265/SN/Ketua/DPD/2019 tanggal 27 November 2019, yang ditujukan kepada Pimpinan Komite I DPD RI. Menugaskan Komite I DPD RI untuk melakukan pembahasan terhadap Draft RUU Tentang Provinsi Bali secara Tripartit antara DPD RI bersama DPR RI dan Pemerintah, yang ditandangani oleh Ketua DPD RI, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti.
- 5 Desember 2019, audensi dengan Mendagri dan Menkumham, Komisi II DPR RI.
Hasilnya, sehari setelah audiensi keluarlah Surat Nomor: 120.51/13697/SJ tanggal 6 Desember 2019, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri RI, Muhammad Tito Karnavian. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPR RI yang berisi bahwa ada urgensi revisi Undang-undang RI Nomor 64 Tahun 1958. Kementerian Dalam Negeri mendukung aspirasi masyarakat Bali, agar kiranya yang terhormat Ketua DPR RI dapat memasukkan rencana perubahan terhadap Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 dalam Prioritas Daftar Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
“Dari hasil audensi yang dilakukan, Apa yang kita lakukan ini menunjukkan hasil yang positif. Berarti DPR dengan pemerintah sudah dua pihak sepakat untuk mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Bali ini,” ujarnya.
“Tinggal melakukan komunikasi politik lebih intensif, lobi politik lebih intensif agar masuk prioritas pembahasan tahun 2020. Itu saya yang akan melakukan upaya tersebut langsung. Karena gak semua punya ilmu begitu,” lanjutnya lagi.