Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
kondisi jalan.jpg
Ilustrasi kemacetan di Denpasar (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Riset bertajuk Mikroplastik di Udara: Bukti Ilmiah dari Berbagai Lokasi di Indonesia, menyingkap fakta bahwa udara di sejumlah daerah mengandung mikroplastik. Riset pada Mei hingga Juli 2025 ini dilaksanakan oleh Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) bersama The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ).

Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi, menyampaikan khusus di Kota Denpasar, lokasi pengambilan sampelnya berada di Jalan Mahendradatta, Kecamatan Denpasar Barat. Sedangkan Kecamatan Payangan jadi titik pengambilan sampel di Kabupaten Gianyar. Riset ini mengungkap ada berbagai penyebab tersebarnya mikroplastik di udara.

Mulai dari proses pembakaran terbuka sampah plastik, hingga penumpukan limbah tak terkelola yang jadi sumber pelepasan mikroplastik ke udara. Bagaimana kondisi udara di Denpasar dan Gianyar? Berikut informasi selengkapnya.

Denpasar dan Gianyar jadi sampel riset berdasarkan lalu lintas dan aktivitas manusia

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar dan Gianyar masuk dalam 18 kota/kabupaten di Indonesia sebagai sampel riset berdasarkan lalu lintas, aktivitas manusia, dan sumber polusi plastik. Apabila melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Denpasar Barat merupakan kecamatan di Kota Denpasar dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 8.156 per kilometer persegi. Sedangkan Kecamatan Payangan adalah wilayah dengan kepadatan penduduk terendah di Gianyar, hanya sebesar 606 per kilometer persegi.

Setelah menemukan titik uji sampel, peneliti meletakkan cawan petri kaca di ketinggian 1 hingga 1,5 meter. Ini setara dengan zona pernapasan manusia, dengan letak yang terlindung dari gangguan langsung. Cawan petri telah dipastikan dalam kondisi steril. Selama dua jam di tempat terbuka untuk menangkap partikel mikroplastik. Setelahnya, cawan ditutup dan dikemas secara steril untuk mencegah kontaminasi hingga sampai ke laboratorium Ecoton untuk analisis.

Melalui riset para peneliti, ada tiga penyebab utama mikroplastik di udara. Pertama ada pembakaran sampah plastik sebesar 55,5 persen. Kedua, transportasi berupa gesekan ban, rel, dan aspal sebesar 33,3 persen. Ketiga, limbah cuci pakaian dan limbah tekstil sebesar 27,7 persen.

Denpasar masuk peringkat enam mengandung mikroplastik di udara, Gianyar ada di urutan 15

Ilustrasi mobil pengangkut sampah di Gianyar. (IDN Times/Yuko Utami)

Hasil analisis data jumlah mikroplastik udara yang dikumpulkan pada Mei-Juli 2025, ada variasi dari segi jumlah partikel, jenis mikroplastik, maupun faktor lingkungan yang memengaruhi distribusinya. Pengukurannya menggunakan satuan partikel yang menunjukkan seberapa banyak partikel melewati area tertentu setiap jamnya. 

Pada titik sampel di Jalan Mahendradatta, ada spektrum yang menunjukkan campuran poliester dan poliolefin disertai pita lebar, yang intinya menandakan kelembapan atau oksidasi permukaan. Pirgi menjelaskan, kondisi di Denpasar menggambarkan lingkungan urban dengan campuran sumber mikroplastik dari serat laundry, kemasan makanan, dan plastik yang mulai terurai. Kondisi itu membuat Denpasar masuk dalam urutan keenam identifikasi polimer plastik pada udara di Indonesia. 

Sementara itu, wilayah di Kecamatan Payangan berada di urutan ke-15 dengan jenis polimer berupa polyester dan polyolefin.

“Jenis polimernya PET. PP DAN PE Sumber mikroplastik berasal dari degradasi sampah plastik, tekstil,” jelas Prigi kepada IDN Times melalui pesan WhatsApp, pada Minggu (16/11/2025).

Mendesak kebijakan berbasis data dan standar penghitungan yang komprehensif

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi. (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Riset tersebut juga mengungkapkan bahwa Indonesia belum memiliki ambang batas paparan, metode pengukuran baku, ataupun regulasi khusus untuk memantau dan mengendalikan mikroplastik di udara.

“Kondisi ini menandakan adanya celah kebijakan (regulatory gap) yang penting untuk segera diisi melalui kebijakan pengendalian polusi udara yang lebih komprehensif dan berbasis bukti ilmiah,” lanjut Prigi.

Penyusunan riset ini menjadi satu jawaban atas urgensi persoalan mikroplastik terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup. Prigi berharap adanya pendekatan kebijakan berbasis bukti ilmiah (evidence-based policy) yang secara eksplisit mengakui mikroplastik udara sebagai satu faktor penting dari sejumlah faktor dalam penurunan kualitas udara. 

Editorial Team