ilustrasi sesajen Bali (unsplash.com/Artem Beliaikin)
Kini masyarakat mulai memilih griya sebagai alternatif tempat untuk melaksanakan prosesi nganten, tanpa ribet dan mudah. Contohnya di Griya Buruan. Lengkapnya bernama Pasraman Griya Gde Wayahan Buruan di bawah Yayasan Griya Gede Wayahan Buruan, Kabupaten Gianyar. Ida Bagus Adi Ananda adalah pendiri pasraman tersebut pada 2020. Gus Ade, begitu ia akrab disapa, menjelaskan bahwa sebelum mendirikan pasraman, pernikahan dan upacara manusia yadnya lainnya sudah lama berlangsung di Griya Gede Wayahan Buruan.
“Awalnya dari sana (Griya Gede Wayahan Buruan), sejak 15 tahun lalu sudah berjalan,” ujar Gus Ade.
Serupa dengan krematorium, prosesi upacara Manusia Yadnya yang berlangsung di griya banjir pro dan kontra dari masyarakat.
“Dulu kita banyak kendalanya. Alternatif ritual itu ada pro dan kontranya. Dulu masih kental sekali sistemnya, gotong royong. Nguopin istilahnya. Banyak yang menghujat, dikira griya itu tempat bisnis padahal gak gitu,” kata dia.
Namun, ia mengamati seiring perjalanan waktu, masyarakat mulai beralih ke griya.
“Mulai ada orang kerja, sibuk upacara di rumah, untuk mencari yang nguopin (membantu) agak susah. Waktunya lama. Masyarakat semakin beralih ke griya untuk melakukan upacara, tidak mengurangi arti dan makna. Cepat, praktis, dipuput Sulinggih,” kata Gus Ade.
Pelaksanaan upakara di Griya Buruan, menurut Gus Ade telah disesuaikan dengan dresta dan adat di Desa Buruan. Pihak griya juga memperhatikan riwayat mempelai yang akan menikah. Misalnya, bagi mempelai yang bujang, kelian adat maupun desanya wajib hadir. Begitu pula pasangan janda maupun duda, harus diperlihatkan dahulu dokumen sah perceraiannya secara hukum.