Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
purniwati.jpg
Ni Wayan Purniwati (50 tahun), pemilik UMKM salon kecantikan bercerita kepada IDN Times sempat ditolak pengajuan kredit usaha rakyat (KUR) berkali-kali. (IDN Times/Yuko Utami)

Badung, IDN Times - Tangis haru Ni Wayan Purniwati (50) pecah di atas panggung Auditorium Widya Sabha, Universitas Udayana (Unud) Jimbaran, Kabupate Badung saat bertemu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia (PKP RI), Maruarar Sirait. Purniwati adalah satu dari 1000 peserta sebagai perintis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang hadir dalam Sosialisasi Percepatan Penyaluran Kredit Program Perumahan (KPP) Melawan Rentenir pada Senin, 24 November 2025. 

Purniwati mengeluh sulit mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) kepada Menteri PKP. Lewat program percepatan kredit itu, Maruarar berjanji akan memudahkan syarat pengajuan KUR. Ia juga berbicara langsung dengan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan memintanya pada hari itu datang untuk mengurus berkas.

“Iya senang karena dibantu sama Pak Menterinya gitu ya. Aku kekurangan modal pakai salon sudah dibantu gitu. Makanya saya senang dalam acara ini,” Purniwati berkaca-kaca saat diwawancara IDN Times Senin kemarin.

Kenapa Purniwati sempat kesulitan mengajukan KUR? Berikut ini kisah selengkapnya.

Bank sempat menolak pengajuan KUR Purniwati karena punya utang Rp2,6 juta

Ilustrasi utang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Berkali-kali coba mengajukan KUR ke bank, Purniwati selalu mendapat penolakan. Alasannya, Purniwati masih ada utang sebesar Rp2,6 juta.

“Pernah gak dikasih karena utang Rp2,6 juta. Itu sudah namanya jelek,” kenang Purniwati. 

Kini senyum pemilik usaha salon kecantikan itu merekah, sebab pengajuan KUR dipermudah meskipun Purniwati masih punya utang. Purniwati berkata, “setiap aku minta minjam gak dikasih. Ini berkat Pak Menteri gitulah, dikasih saya.”

Purniwati mengajukan peminjaman KUR sebesar Rp100 juta untuk membesarkan usaha salonnya yang sudah berdiri sekitar dua tahun. Ia berencana membeli peralatan baru untuk salonnya. Meski pengajuan pinjaman yang tergolong besar, perempuan asal Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini mengaku optimis dapat mengembalikan pinjaman tersebut. 

“Biar saya bisa membiayai anak saya sekolah gitu ya. Biar bisa makan,” katanya.

Fitri mengajukan KUR untuk modal usaha dan renovasi kontrakan

ilustrasi modal(unsplash.com/@mufidpwt)

Kisah senada juga diungkapkan Fitri Misnariu (29). Ia mengaku senang ikut serta dalam agenda ini karena dapat bertemu dan mencurahkan langsung kesulitannya dalam mengajukan KUR.

“Senang banget bisa ketemu dengan Pak Wayan Koster langsung, dengan Pak Menterinya, Pak Ara. Pokoknya kayak berasa mimpi ketemu Pak Menteri,” ujar Fitri sumringah.

Fitri juga menjadi peserta yang diminta naik ke atas panggung dan berdialog. Melalui dialog itu, pengajuan pinjaman KUR Fitri sebesar Rp85 juta diberikan. Sama seperti Purniwati, pengajuan KUR Fitri sempat ditolak.

“Pernah mengajukan KUR tapi tidak di-acc, mungkin karena BI checking (pengecekan riwayat kredit debitur),” tutur Fitri.

Kini, Fitri sebagai pemilik usaha warung selama 15 tahun ingin memperbaiki kontrakan yang jadi tempat usahanya. Selain itu, ia juga ingin menggunakan KUR untuk menambah modal usahanya yang berlokasi di wilayah Ubung, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.

Negara harus lebih unggul dari rentenir

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI Maruarar Sirait. (IDN Times/Yuko Utami)

Sementara itu, Maruarar atau akrab disapa Ara mengatakan, KPP adalah terobosan baru, dan baru pertama kali ada KUR khusus perumahan. Pihaknya menganggarkan Rp130 triliun untuk program ini. Bagi Ara, kebijakan ini mempermudah ekosistem usaha dengan pengurangan bunga. Developer dapat pengurangan bunga dari 12 persen menjadi 7 persen. Sementara, UMKM hanya dikenakan bunga 6 persen per tahun atau cicilan 0,5 persen sebulan.

“Ya, kenapa yang internir menawarkan kecepatan, kemudahan walaupun bunganya tinggi. Nah, kita harus unggul. Negara mudah, cepat, dan murah. Nah, negara harus punya tiga-tiganya, mudah, murah, dan cepat,” tegas Ara.

Ia juga memuji peserta ibu-ibu yang bersemangat memajukan usaha mereka demi kebutuhan keluarga dan anak-anak.

Editorial Team