Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Puluhan Warga Desa Adat Banyuasri Datangi MDA Bali, Suarakan 2 Tuntutan
Warga Desa Adat Banyuasri, Buleleng, datangi Kantor MDA Provinsi Bali pada Rabu (10/12/2025). (IDN Times/Yuko Utami)

Intinya sih...

  • Puluhan warga Desa Adat Banyuasri mendatangi Kantor MDA Bali di Denpasar

  • Warga suarakan 2 tuntutan terkait pemilihan Kelian Adat Banyuasri dan pengurus MDA Kabupaten Buleleng

  • Kehadiran warga Desa Adat Banyuasri untuk meminta kejelasan dari MDA tentang keputusan final yang membatalkan pemilihan Bendesa Adat Banyuasri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Denpasar, IDN Times - Puluhan warga atau Krama Desa Adat Banyuasri, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali di Jalan Cok Agung Tresna Nomor 67, Denpasar. Para warga Desa Adat Banyuasri berangkat dari Wantilan Desa Adat Banyuasri sejak pukul 06.30 Wita. Menempuh waktu selama dua jam lebih, mereka tiba di tujuan dengan pakaian adat Bali. Semuanya kompak mengenakan baju hitam, kain, dan udeng berwarna putih.

Selain warga desa adat, Kantor MDA Bali sudah dipenuhi aparat kepolisian dan TNI yang berjaga. Kelian Desa Adat Banyuasri Nyoman Mangku Widiana (57) menyampaikan, pihaknya ingin meminta kejelasan kepada MDA terhadap dua tuntutan. Pertama mengenai polemik pemilihan Kelian Adat Banyuasri, kedua tentang kejelasan pemilihan pengurus MDA Kabupaten Buleleng. 

“Kehadiran kami prajuru (perangkat desa adat) dan masyarakat Adat Banyuasri ingin minta kejelasan dari MDA tentang keputusan final dan mengikat dari MDA yang membatalkan pemilihan Bendesa Adat Banyuasri,” tutur Widiana kepada IDN Times pada Rabu (10/12/2025) di depan Kantor MDA Provinsi Bali.

Bagaimana kronologi kasus ini? Apa tuntutan kedua dari Warga Desa Adat Banyuasri? Berikut pembahasan selengkapnya. 

Tuntutan pertama meminta kejelasan soal terbitnya keputusan final MDA Bali yang membatalkan pemilihan Bendesa atau Kelian Adat Banyuasri

Kelian Desa Adat Banyuasri Nyoman Mangku Widiana. (IDN Times/Yuko Utami)

Widiana menegaskan, keputusan final yang dikeluarkan MDA Provinsi Bali telah dikalahkan pada tingkat pengadilan. “Di pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi, banding, dan kasasi bahwa Prajuru Desa Adat Banyuasri sah secara hukum negara itu isi putusannya, kasasi ini final,” kata Widiana.

Polemik pemilihan dan pengesahan Bendesa Adat Banyuasri ini, berawal dari 11 orang warga desa adat yang tidak menerima hasil pemilihan. Mereka mengajukan keberatan hingga MDA Provinsi Bali mengeluarkan surat keputusan pembatalan terpilihnya Widiana sebagai Kelian Adat Banyuasri beserta prajuru terpilih lainnya.

Keberatan 11 orang warga desa adat itu berlanjut hingga ke gugatan pengadilan dan berakhir kalah. Pengadilan dan Mahkamah Agung (MA) mengakui terpilihnya Widiana dan prajuru lainnya sah. 

Widiana yang terpilih sejak empat tahun lalu merasa kecewa atas langkah MDA Provinsi Bali yang menerbitkan surat keputusan pembatalan pemilihannya, tanpa turun langsung ke desa. Ia menegaskan sejak keluarnya surat itu, masalah kian memanas di Desa Adat Banyuasri. “Sudah lama, tapi tidak pernah dieksekusi. Hanya mengeluarkan surat. Mengeluarkan surat dibiarkan, gelontorkan saja, yang bikin kisruh suratnya, bukan masyarakat kami, itu masalahnya,” tegasnya.

Akibat surat itu, selama empat tahun tidak ada pengukuhan resmi dari MDA Provinsi Bali. Sehingga, Desa Adat Banyuasri selama empat tahun tidak dapat menerima Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar Rp300 juta untuk keberlangsungan desa adat, seperti pengelolaan subak, pemberdayaan masyarakat adat, pembangunan desa adat, termasuk honorarium prajuru desa adat.

Tuntutan kedua, warga Desa Adat Banyuasri minta transparansi atas terpilihnya pengurus MDA Kabupaten Buleleng

Dialog antara warga Desa Adat Banyuasri dan Penyarikan (Sekretaris) MDA Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra. (IDN Times/Yuko Utami)

Tuntutan kedua, warga Desa Adat Banyuasri meminta transparansi atas pemilihan pengurus MDA Kabupaten Buleleng. Widiana menduga ada rekayasa dari pemilihan tersebut. Ketua MDA Kabupaten Buleleng yang terpilih hanya mendapatkan dua suara dari 2 kecamatan di Kabupaten Buleleng. Sementara itu, ada kandidat lainnya yang mendapat 5 hingga 7 suara justru tidak terpilih tanpa alasan jelas. 

“Saya ini minta transparansi sekarang karena saya terlibat pemilihan penjaringan bakal calon ini. Itu masalahnya. Banyak bikin gaduh MDA,” tegasnya.

Ia juga mengaku telah beberapa kali mengirimkan surat kepada pihak MDA Provinsi Bali atas berbagai polemik di desanya. Namun, kata Widiana tidak ada tanggapan serius dari MDA Provinsi Bali. “Kami sudah bersurat, gak ditanggapi karena ada oknum MDA Kabupaten yang mempunyai kepentingan,” imbuh Widiana.

Ada 11 warga desa adat yang dikenakan sanksi kasepekang

Penyerahan sejumlah berkas sebagai bukti dari warga Desa Adat Banyuasri kepada Sekretaris MDA Bali. (IDN Times/Yuko Utami)

Adanya polemik pemilihan bendesa adat dan prajuru di Desa Adat Banyuasri, membuat 11 orang yang keberatan dan menggugat hasil pemilihan dikenakan sanksi adat kasepekang. Kasepekang adalah sanksi adat di Bali berupa pengucilan sementara bagi warga yang dianggap melanggar ketentuan desa adat. 

Saat ditanyai soal 11 orang warga desa adat yang mendapatkan sanksi kasepekang, Widiana menjawab 11 orang itu dapat meminta maaf ke desa adat agar terlepas dari sanksi tersebut. “Kalau minta maaf ke desa bisa diterima,” jawab Widiana singkat.

Ia memaparkan contoh satu orang dari 11 warga desa adat yang dikenakan sanksi kasepekang, telah meminta maaf dan diterima kembali sebagai bagian Desa Adat Banyuasri. “Istrinya minta maaf di desa, kita terima. Jadi krama desa lagi dengan anaknya. Kita terima loh,” imbuhnya.

Setelah diterima kembali, warga desa adat dapat menerima haknya lagi sebagai warga desa adat. Pada kasus istri yang minta maaf terlebih dahulu itu, sang suami telah meninggal dunia. Jika masih kena sanksi kasepekang, ia tidak dapat melaksanakan ngaben (upacara pembakaran jenazah di Bali) di desa adat. Permintaan maaf ke desa adat, membuat upacara ngaben suaminya dapat terlaksana di desa adat. 

Sekitar pukul 10.00 Wita, warga Desa Adat Banyuasri memasuki ruangan rapat, mereka telah disambut oleh Penyarikan (Sekretaris) MDA Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra beserta Bagian Hukum MDA Bali yakni Jro Mangku Nyoman Sutrisna dan Dewa Made Suarta. Diskusi kedua belah pihak berakhir sekitar pukul 11.30 Wita. Setelahnya, warga Desa Adat Banyuasri juga mendatangi Kantor Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali.

Editorial Team