Ilustrasi - Massa buruh melakukan demo menuntut kenaikan UMP 2022. (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Partisipasi laki-laki dan perempuan adalah landasan utama tata pemerintahan yang baik. Kebebasan berekspresi dan berasosiasi dapat dilihat dari seberapa luas partisipasi masyarakat dalam suatu keputusan kebijakan. Negara telah mengamanatkan adanya partisipasi publik dalam pembuatan perundang-undangan yang tercantum dalam Pasal 53 UU No.10/2014.
Dalam tulisan Erman I Rahim, Partisipasi dalam Perspektif Kebijakan Publik, disebutkan bahwa dalam paradigma pembangunan, ada tiga pendekatan partisipasi, yakni pertama, sebagai kontribusi masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan dalam mempromosikan proses-proses demokratisasi dan pemberdayaan.
Kedua, pendekatan ini juga dikenal sebagai partisipasi dalam dikotomi instrumen (Means) dan tujuan (Ends). Konsep ketiga, partisipasi adalah elite capture yang dimaknai sebagai sebuah situasi di mana pejabat lokal, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), birokrasi, dan aktor-aktor lain yang terlibat langsung dengan program-program partisipatif, melakukan praktik-praktik yang jauh dari prinsip partisipasi.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022, Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa diambil saat pekerja memasuki pensiun atau di usia 56 tahun. Kebijakan tersebut nihil kontribusi masyarakat karena masifnya buruh yang kontra akan kebijakan tersebut. Minimnya partisipasi dari objek kebijakan menyalahi prasyarat good governance.