Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Akhmad Mustaqim

Negara, IDN Times - Keberadaan narkotika selalu jadi momok yang menakutkan di berbagai daerah. Termasuk di Bali. Baru-baru ini Polda Bali bahkan berhasil menangkap dua pengedar narkoba di Jalan Sari Tapak Dara, Desa Kubutambahan, Buleleng, Bali, Rabu (3/10) lalu. Barang tersebut dibawa dari Sidoarjo oleh pelaku dari Jember dan Buleleng. 

Mungkin hal inilah yang Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jembrana, sangat mendukung bila penyalahgunaan narkotika dimasukkan sebagai awig-awig atau peraturan di desa adat.

1. Menurut agama Hindu, narkotika bisa berbahaya bagi diri hingga keluarga

ANTARA FOTO/Rahmad

Ketua PHDI Jembrana, I Komang Arsana, mengatakan narkotika termasuk racun yang bisa membunuh manusia menurut pandangan agama Hindu. Penggunanya bisa kehilangan karakter dan jati diri sebagai manusia. Narkotika tak hanya berbahaya untuk dirinya saja, tetapi juga keluarga hingga masyarakat.

"Ini tanggung jawab seluruh warga, termasuk desa adat untuk menyelamatkan masyarakat," katanya, dikutip dari Antara.

2. PHDI Jembrana menginginkan penyalahgunaan narkotika dimasukkan ke dalam awig-awig

animalfreeresearchuk.org

PHDI Jembrana menyebutkan alasannya, mengapa penyalahgunaan narkotika harus dimasukkan ke dalam peraturan desa adat. Pertama, dapat mencegah penggunaan dan peredaran barang tersebut menyebar luas.

Kedua, bisa sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dari berbagai usia, pekerjaan dan lainnya. Namun hingga kini, ia mengaku belum berkoordinasi dengan Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP), sebagai wadah desa adat.

3. Bupati Jembrana meminta pelaku dikucilkan dari masyarakat

Pexels/Min An

Sementara itu, Bupati Jembrana, I Putu Artha, mendesak desa adat supaya memasukkan penyalahgunaan narkotika dalam awig-awig adat. Ia bahkan mengusulkan agar pelaku penyalahgunaan narkotika dihukum dengan cara dikucilkan dari masyarakat atau sering disebut kasepekang.

"Pengucilan di adat Bali termasuk hukuman yang berat. Sebab ia tidak dihiraukan oleh tetangga, dan pelaku juga tidak bisa memperoleh pelayanan dari desa adat seperti kematian," ujar Putu Artha.

Editorial Team