Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
petani batur
Kondisi persidangan di PTUN Jakarta pada 19 November 2025. (Dok.Koalisi Advokasi Petani Batur)

Bangli, IDN Times - Gugatan Petani Batur terhadap Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI) memasuki babak baru. Para petani yang diwakili kuasa hukum Koalisi Advokasi Petani Batur mengajukan 58 bukti surat dalam persidangan. Petani Batur terdampak dan menolak proyek pembangunan leisure park PT Tanaya Pesona Batur (PT TPB) hadir dalam lanjutan persidangan gugatan lingkungan hidup dengan nomor perkara 257/G/LH/2025/PTUN.Jkt di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu, 19 November 2025 lalu. 

Objek gugatan Petani Batur melawan Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan berupa penetapan pengecualian wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), digelar dengan agenda pembuktian surat dari masing-masing pihak. Melalui persidangan tersebut, pihak penggugat menghadirkan 58 bukti surat, sedangkan Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan menghadirkan 20 bukti surat. 

Ketua Bidang Advokasi YLBHI-LBH Bali, Ignatius Rhadite, mengatakan bahwa 58 bukti surat yang dihadirkan oleh para penggugat dalam persidangan semakin menguatkan dalil-dalil dalam gugatan.

“Menunjukan bahwa para petani sebagai masyarakat desa adat memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan sebagai bentuk penolakan terhadap penerbitan pengecualian wajib Amdal oleh tergugat,” kata Rhadit.

Termasuk jadi kedudukan hukum lainnya bahwa rencana pembangunan leisure park oleh PT TPB di lahan yang telah ditempati dan diusahakan selama turun-temurun oleh para petani.

Petani Batur membawa bukti penyalahgunaan kewenangan Dirjen KSDAE

ilustrasi bukti surat (pexels.com/Pixabay)

Rhadit menyampaikan, bukti-bukti surat menjadi penegasan bahwa tergugat melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan objek gugatan. Sebab, kewenangan menerbitkan pengecualian wajib Amdal berdasarkan peraturan perundang-undangan dimiliki oleh Menteri, bukan oleh Dirjen KSDAE.

Penyalahgunaan kewenangan juga ditunjukkan melalui bukti surat yang diajukan telah melanggar prosedur sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 jo PP No.22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Mewakili Petani Batur, Rhadit menyatakan bahwa Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan juga tidak menerapkan prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation karena tidak pernah melakukan sosialisasi maupun pemberitahuan kepada masyarakat mengenai penerbitan pengecualian wajib Amdal. Termasuk tidak menyosialisasikan adanya rencana pembangunan proyek leisure park PT TPB.

“Perlu diketahui bahwa masyarakat baru mengetahui informasi mengenai rencana proyek setelah PT TPB mendapatkan perizinan berusaha dari Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia,” tambahnya.

Bukti surat yang diajukan para petani Batur menunjukkan kegiatan usaha PT TPB dalam klasifikasi risiko tinggi

Ilustrasi Gunung Batur. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Para petani Batur juga mengajukan bukti surat yang menegaskan bahwa proyek leisure park PT TPB tidak boleh berdiri tanpa Amdal. Berdasarkan dokumen Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Nomor 02202013614380001 atas Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA) PT TPB menunjukkan bahwa kegiatan usaha tersebut masuk dalam kategori klasifikasi risiko tinggi dan berada dalam kawasan lindung. Sehingga berdasarkan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 jo PP Nomor 22 Tahun 2021, kegiatan usaha PT TPB wajib memiliki dokumen Amdal. 

Bukti lainnya berupa dokumen perizinan berusaha PT TPB yang mencantumkan Kode KBLI: 02209. Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL memberikan penegasan bahwa kegiatan usaha penyediaan sarana jasa wisata alam PT TPB di Kawasan Konservasi merupakan kegiatan yang wajib Amdal. Melalui dokumen tersebut, Rhadit menegaskan bahwa penetapan pengecualian wajib Amdal di atasnya harus dinyatakan tidak sah.

Rhadit mengatakan, apabila kegiatan usaha PT TPB tidak dilengkapi dengan Amdal, maka akan membahayakan keselamatan manusia, termasuk generasi masa depan, menciptakan pencemaran, kerusakan dan kemerosotan sumber daya alam.

“Serta akan memengaruhi lingkungan buatan, sosial dan budaya yang ada di Gunung Batur maupun Danau Batur,” tegasnya.

Koalisi Advokasi Petani Batur mendesak Majelis Hakim PTUN Jakarta mengabulkan permintaan para petani

Ilustrasi hakim. (IDN Times/Sukma Shakti)

Koalisi Advokasi Petani Batur menuliskan dalam rilis resminya bahwa bukti-bukti surat yang diajukan oleh tergugat menguatkan dalil para penggugat. Terutama mengenai klaim kawasan kelompok hutan oleh tergugat yang tidak dapat dijadikan dasar de-legitimasi kepentingan dan hak masyarakat adat, karena sampai saat ini belum ada pengukuhan kawasan hutan secara definitif. Sehingga berdasarkan UU Cipta Kerja dan UU Kehutanan belum memiliki implikasi hukum apa pun bagi masyarakat. 

Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011 menegaskan bahwa kawasan hutan harus ditetapkan secara definitif melalui proses pengukuhan, bukan hanya berdasarkan penunjukan.

"Dengan demikian, wilayah yang baru ditunjuk belum dapat dianggap kawasan hutan secara hukum dan karenanya tidak dapat dilekati izin kehutanan maupun izin sektor lain,” kata Rhadit.

Melalui hal itu, Koalisi Advokasi Petani Batur menilai bahwa penunjukan hingga penetapan kawasan hutan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan secara sewenang-wenang. Sebab tidak adanya partisipatif, mengabaikan eksistensi masyarakat yang sudah lebih dulu ada dan menetap di kawasan tersebut sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Petani Batur bersama Koalisi Advokasi Petani Batur mendesak Majelis Hakim PTUN Jakarta yang mengadili, memeriksa dan memutus perkara ini agar mengabulkan permintaan Para Petani,” kata Rhadit.

Koalisi tegaskan agar Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Kemenhut RI mencabut penetapan pengecualian wajib Amdal PT TPB, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Editorial Team