ilustrasi pernikahan (pexels.com/brejeq)
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, FS menghubungi ELG untuk mengajaknya kontrol kandungan dan mengiming-iminginya menikah. FS berencana mengajak ELG menikah di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Dua minggu kemudian, rencana pernikahan di luar kota tersebut batal. FS juga berubah pikiran mengajak ELG menikah di Denpasar.
“Saat itu saya menyanggupi, saya pikir Faris sudah terketuk hatinya mau bertanggungjawab untuk anaknya. Saya mengiyakan tawaran tersebut,” ungkap ELG.
Kemudian keduanya mengurus beberapa persyaratan pernikahan yang dibutuhkan di kecamatan masing-masing. Setelah surat lengkap dan tinggal menyerahkan berkas ke KUA. Berkas milik FS disita orangtuanya dan FS menyampaikan orangtuanya menyarankan nikah siri saja.
“Saat itu kandungan saya sudah 5 atau 6 bulan. Dapat berita tersebut saya syok. Saya stres banget. Selama kehamilan saya, saya pun 4 kali pendarahan gara-gara stres mikirin masalah gak selesai-selesai,” ungkapnya.
Dengan kondisi yang dialaminya, pihak ELG menyetujui adanya pernikahan siri. Keluarga besar keduanya pun bertemu lagi di salah satu restoran di Denpasar. Pertemuan tersebut ternyata hanya dihadiri ayah kandung FS, saudara ayah FS, dan 3 orang berbadan besar, dan pengacara FS.
“Saya dan keluarga saya hanya tahu kami bertemu untuk membicarakan soal pernikahan siri. Tapi sampai sana topiknya beda lagi. Mereka minta tes DNA setelah anaknya lahir. Mereka tetap ngotot, mereka mau tanggung jawab kalau anak ini lahir, tes DNA dulu. Kalau terbukti anaknya Faris, mereka mau tanggung jawab,” jelasnya.