Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)
Margie Mason dan Robin Mcdowell pada tanggal 18 November 2020 menerbitkan tulisan hasil penyelidikan komprehensif Associated Press (AP) atas pengalaman pahit yang dialami buruh perempuan perkebunan sawit di Malaysia dan Indonesia, tak terkecuali Sumatra Utara. Dalam investigasi tersebut, AP mewawancarai 36 perempuan yang tersebar di 12 perusahaan.
Diperkirakan terdapat 7,6 juta buruh perempuan Indonesia yang bekerja untuk produksi minyak sawit. Cukup tingginya angka tenaga kerja perempuan di perusahaan sawit tidak diiringi oleh perlindungan dari risiko kerja.
Seorang buruh perempuan korban perkosaan di perkebunan sawit Sumatra Utara berumur 17 tahun. Namun, pihak kepolisian belum mampu mengusut terkait kasus mengerikan ini. Selain rentan terjadinya kekerasan seksual selama bekerja, buruh perempuan juga sering mengalami gangguan kesehatan seperti keguguran karena tidak ada cuti hamil, mengalami gangguan pernapasan, penglihatan, hingga kanker disebabkan oleh seringnya menggunakan pestisida dan agrokimia secara rutin.
Risiko pekerjaan tinggi, kerja dengan jam lebih dari batas rata-rata, para buruh perempuan di perkebunan sawit hanya digaji sekitar 2 USD atau sekitar Rp25 ribu per hari.
AP juga menemukan, perusahaan yang memproduksi produk-produk kecantikan seperti L'Oréal, Tom's of Maine dan Kiehl's, Bath &Body Works, Kylie Cosmetics, Johnson &Johnson, Unilever memiliki daya permintaan tinggi terhadap pasokan sawit. Namun perusahan kecantikan tersebut bahkan tak acuh atas perbudakan yang dialami oleh buruh perempuan yang memproduksi sawit untuk bahan kecantikan mereka.