Denpasar, IDN Times - Dalam diskusi publik Forum Peduli Bali bertajuk Konflik Pertanahan di Bali: Dinamika Alih Fungsi Lahan dan Solusinya pada pada Rabu (26/11/2025), pengacara sekaligus peneliti isu pertanahan di Bali, Agus Samijaya, menyinggung soal Bank Tanah. Bank Tanah adalah badan hukum yang dibentuk Pemerintah Pusat dengan dasar hukum Undang-Undang Cipta Kerja, diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021.
Agus menyoroti peran Bank Tanah sarat akan kepentingan politik dan investasi masif. Bank Tanah punya kewenangan mutlak untuk melakukan pengadaan, pemanfaatan, penggunaan, penguasaan hingga distribusi tanah. Ia menilai kewenangan itu amat besar dan wajar menuai penolakan dari berbagai organisasi masyarakat adat dan hak tanah, salah satunya adalah Komite Pembaruan Agraria (KPA).
Politik hukum Bank Tanah memberikan karpet merah untuk penyediaan tanah untuk percepatan investasi dengan alasan penciptaan lapangan kerja. “Nah, ini yang menurut saya bahaya karena ini mendorong terjadinya kapitalisme terhadap tanah atau komersialisme tanah,” tegas Agus.
Menurutnya, ada banyak teori bahwa kapitalisme akan menimbulkan kolonialisme, khususnya terhadap tanah. Melalui PP Bank Tanah, ada sekitar delapan pasal yang memberikan kewenangan kepada Bank Tanah untuk memproses distribusi tanah, termasuk kepada korporasi.
